Jumat, 10 Juli 2020

RENUNGAN MINGGU KELIMA SETELAH TRINITATIS, 12 JULI 2020

Carilah Pengertian 

(Lukas 6: 39-42)



Memahami sebuah kecendrungan gaya hidup, karakter atau perilaku seseorang akan memampukan kita untuk berbuat secara hati-hati, dalam artian belajar memahami sebuah kebenaran. Seseorang yang cenderung mencari pembenaran diri adalah seseorang yang tidak memiliki integritas hidup, tidak dapat melakukan sebuah kebaikan yang sungguh, atau tidak dapat berbuat apa-apa. Atau boleh jadi karena dibayangi oleh ketakutan atas kesalahan, kebohongan atau penipuan yang dia lakukan. Akibatnya untuk menutupi kesalahannya, kelemahannya bahkan kebodohannya, dia akan cenderung mencari pembenaran diri, menyalahkan orang lain, menciptakan berbagai isu untuk mengalihkan perhatian orang lain dari kesalahannya. Yang walaupun jikalau diakuinya, hal itu tidak akan bertahan kebohongan itu tidak akan lama, akhirnya dia berusaha membangun kelompok, mempengaruhi kelompoknya untuk mau sepemahaman dengannya.

Kalau Tuhan katakan dalam sebuah pertanyaan retorika; dapatkah orang buta menuntun orang buta? Artinya sebuah kesalahan tidak akan dapat membenarkan kesalahan yang lain, suatu kebodohan menutupi kebodohan yang lain, pasti akan terjatuh, tersandung. Hanya orang yang sehat, yang dapat melihat dapat menuntun orang buta berjalan. Hanya orang benar yang akan mampu mengarahkan orang lain untuk menyadari kesalahannya. Boleh jadi melalui nasehat atau perbuatan nyata. Seorang guru yang baik akan senantiasa memberikan pelajaran yang baik kepada muridnya, pembelajaran etika moral, kebenaran, kasih atau perbuatan baik, dan murid yang mampu menerimanya, belajar memahaminya akan berusaha melakukan apa yang terbaik sesuai dengan ajaran/didikan yang diterimanya (Amsal 4:5-9).

Orang yang tidak mengakui kesalahannya, orang yang tidak mampu berbuat kebaikan, atau orang yang dibatasi kebebasannya; misalnya orang yang sakit hati karena diberhentikan dari suatu pekerjaan, yang ide-idenya tidak dapat diterima, atau tidak dapat memperoleh “keuntungan diri“ maka dia akan cenderung menghakimi, menghujat, memfitnah, menyalahkan orang lain, seolah-olah hanya dia yang benar, yang mampu. Kelompok inilah yang telah mematikan suara hatinya, hati nuraninya, demi sebuah kepuasan diri, kepuasan emosional. Padahal; seharusnya kita harus bercermin pada diri kita sendiri, bercermin pada kebaikan orang lain yang dapat kita lihat. Sebab sekecil apapun yang baik yang dapat dilakukan dan diperbuat orang lain, adalah jauh bernilai daripada sejumlah kebohongan dan kemunafikan yang kita perbuat. Kesadaran diri atas segala keberadaan kita, dan kemampuan mengakui kekurangan kita dan kelebihan orang lain, akan menjadi motivasi kita untuk semakin bertumbuh baik secara moralitas/karakter, iman ke arah yang lebih baik, untuk melatih diri kita dalam kerendahan hati. Kebesaran seseorang jikalau dia mampu mengakui, menghargai sekecil apapun kelebihan, keberhasilan dan perbuatan baik yang dapat dilakukan oleh orang lain, dan berusaha dengan sungguh untuk memperbaiki diri dalam segala hal menuju pembaharuan, pertumbuhan karakter moralnya yang lebih baik, menumbuhkembangkan iman pengharapannya akan hidup masa depan yang lebih baik dan berguna baginya juga bagi banyak orang. Milikilah hikmat, dan jangan meninggalkannya supaya kamu beroleh hidup dan kehidupan yang sesungguhnya. Amin.  (HS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...