Jumat, 25 Juli 2014

RENUNGAN MINGGU 6 TRINITATIS 27 JULI 2014 Roma 8: 26-30

RENUNGAN MINGGU 6 TRINITATIS 27 JULI 2014

Roma 8: 26-30


Suatu ketika kebakaran besar melanda kota London di Inggris.  Setelah kebakaran, Raja Inggris menugaskan seorang arsitek bernama Christofer Ramm membangun kembali gereja St. Paul yang megah, yang kemudian dipakai Pangeran Charles melakukan pernikahan dengan Lady Diana. Ukiran-ukiran yang besar dan bagus dipasang kira kira 260 kaki tingginya dari tanah. Ada seorang yang mengukir salah satu hiasan disitu dan berdiri pada tempat tertinggi dari gereja itu. Dari jarak yang agak jauh ia memandang hasil ukirannya yang baru selesai.   
Tetapi dengan tidak sadar ia memandang ukirannya sambil berjalan mundur setapak demi setapak sampai di ujung papan pembatas; jika ia mundur setapak lagi, ia pasti jatuh ke bawah dan mati. Seorang rekannya yang bekerja tidak jauh dari tempatnya berdiri  melihatnya, lalu amat terkejut karena posisi berdiri rekannya pengukir itu amat berbahaya, bahkan jika ia berteriak memeringatkannya malah kemungkinan akan membuat rekannya pengukir tersebut terkejut lalu jatuh ke bawah. Akhirnya tidak ada cara lain, ia mengambil kuas seorang yang sedang mengapur dinding dan merusak hasil ukiran rekannya itu.  Waktu ukiran itu dicat tidak karuan oleh rekan yang berusaha menyelamatkan itu, si pengukir amat marah dan langsung menghampiri dia dan mau memukulnya. Lalu temannya yang mencoret ukirannya itu memeringatkannya dan menunjuk tempat si pengukir itu berdiri, akhirnya si pengukir sadar bahwa rekannya itu sedang berusaha menyelamatkan nyawanya. Lalu si pengukir itu memeluk temannya yang menyelamatkannya itu dan berkata, “Thank you very much brother”.
Demikian Tuhan kita, kadang-kadang Dia merusak gambaran kehidupan yang kita idam-idamkan, membiarkan kita mengalami kegagalan dan kesedihan atau memberikan hal-hal yang sulit dalam hidup kita. Boleh saja cara Tuhan seringkali melawan logika, keinginan dan pikiran manusia, tetapi justru Tuhan sudah merancang cara yang terbaik untuk kita, karena Dia hendak memberikan sukacita dalam hidup kita. Mungkin sudah lama kita marah dan dengan tangisan kita berdebat dengan Tuhan, karena kesulitan dan masalah yang membuat kita galau dan sedih. Tetapi biarlah kita mendengar suara Tuhan yang penuh kasih lewat  firmanNya pada hari Minggu ini; yang mengatakan bahwa hal itu perlu dikerjakan, atau dibiarkan terjadi dalam hidup kita untuk kebaikan kita. Kotbah Minggu ini, yang dikutip dari Roma 8: 26-30 berkata, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”, ayat 28.
Rancangan Tuhan tentang kehidupan kita adalah rancangan yang “happy ending”. Bila kita dibiarkan mengalami kesulitan, ketahuilah disana ada rancangan yang memberi masa depan yang penuh harapan. Firman Tuhan,  “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”, Yeremia 29: 11.
                                                                Selamat Hari Minggu.

Rabu, 23 Juli 2014

RENUNGAN MINGGU V TRINITATIS 20 JULI 2014 Yesaya 44: 6-8

RENUNGAN MINGGU V TRINITATIS 20 JULI 2014
Yesaya 44: 6-8


Ada seorang bapak yang mempunyai seorang anak yang nakal sekali. Berkalikali ayahnya memperingatkan supaya ia jangan nakal, tetapi anak itu tetap melanggar lagi. Sampai suatu hari ayahnya berkata, “Anakku, aku memberimu peringatan sampai dua kali. Kalau sampai kamu nakal lagi, kamu akan aku masukkan ke kamar gelap di bawah tanah”. Walaupun anak itu sudah diberi peringatan seperti itu, ia tetap berbuat nakal lagi. Akhirnya sang ayah harus menjalankan disiplin dengan jalan menghukum anak itu dan dimasukkan ke dalam kamar gelap di bawah tanah.
Anak itu memukulmukul pintu kamar meminta keluar karena takut. Dia meminta ampun kepada yahnya. Ayahnya mau membuka pintunya, tetapi isterinya berkata, “Jangan dibuka, disiplin harus ditegakkan, yang salah harus menerima hukuman”. Lalu suami isteri ini makan, sementara anaknya ketakutan di tempat yang gelap. Dia kedinginan dan berteriakteriak di bawah. Isterinya tetap melarang suaminya membuka pintu. Lalu ayah itu katakan, “Baik saya tidak akan melepaskan dia, tetapi saya mengasihi dia dan saya mau menemani dia”.
Kemudian ayah ini turun kembali dan membuka pintunya. Anak itu menangis dan memeluk ayahnya. Ayahnya membawa sedikit roti dan air. Mereka duduk di tempat yang gelap makan dan minum berdua. Tidak lama kemudian anak itu tertidur di tangan ayahnya.
Anak ini bayangan dari kita. Sudah berkalikali kita melanggar perintah Tuhan. Itulah sebabnya kita berada dalam kamar gelap, yaitu di dalam dosa kita. Hidup di dalam kegelapan demi kegelapan. Sebenarnya hati kita menjerit kepada Tuhan. Anak ini adalah bayangan dari kehidupan bangsa Israel. Sudah berkalikali berontak kepada Tuhan. Itu sebabnya bangsa Israel berada di dalam ketakutan dan kegelapan. Allah tidak tega membiarkan mereka dalam penderitaan, Tuhan merencanakan keselamatan untuk mereka. Penderitaan bangsa Israel di Babel, menggugah Tuhan menyatakan kasih sayangNya kepada bangsaNya. Pemberontakan bangsa Israel kepada Tuhan, tidak mampu meredam kasih sayangNya kepada umat kesayanganNya. Tuhan merencanakan kebebasan untuk mereka dari pembuangan di Babel, sebagaimana disampaikan nats kotbah minggu ini, Yesaya 44: 6-8. 
Allah berada di antara kasih dan hukuman, dua hal ini digenapi, seperti sang ayah tadi turun ke ruang bawah tanah. Demikian halnya Bapa kita di sorga. Dia turun ke dunia. Dia yang di sorga, Allah kita yang disebut “Immanuel”, Bapa Kekal, Raja Salam itu senantiasa menemani kita. Dia turun di tempat yang miskin, di tempat dimana ada penderitaan. Dia mau menemani kita. Dia mau mengganti kita mati di kayu salib untuk menebus dosa kita. Dia Tuhan Maha Baik.

Selamat Hari Minggu.

Senin, 14 Juli 2014

RENUNGAN MINGGU IV SETELAH TRINITATIS 13 JULI 2014 Matius 13:1-9+18-23

RENUNGAN MINGGU IV DUNG TRINITATIS 13 JULI 2014
Matius 13:1-9+18-23

Ketika orang banyak menjumpai Tuhan Yesus, saat itulah, melalui satu perumpamaan Tuhan Yesus menjelaskan tentang ragam motivasi mereka menjumpai Tuhan Yesus. Tuhan Yesus mengetahui motivasi mereka menjumpai atau mengikuti Dia, ada yang didorong hanya untuk melihat tanda muzijat, yang lain hanya untuk mencari keuntungan seperti halnya 5000 orang yang diberi makan; ada yang ingin menjebak atau mencaricari kesalahan Tuhan Yesus. Kedatangan mereka itulah waktu yang tepat bagi Tuhan Yesus untuk menjelaskan tentang kerajaan sorga.
Melalui perumpamaan, Matius 13: 1-9+18-23 Tuhan Yesus ingin menunjukkan siapa diantara mereka yang berpurapura dan yang sungguh-sungguh mendengar kotbah atau pengajaran Tuhan Yesus. Sikap hati manusia dalam penerimaan Firman Tuhan, itulah yang digambarkan perumpamaan tentang Penabur. Perumpamaan tentang Penabur, itulah judul perikop ini dalam Matius. Namun ada 3 judul yang lain, yang diberikan penafsir tentang perikop ini. Dalam Bibel berbahasa Batak, judulnya diberi Umpama taringot tu harajaon ni Debata. Judul yang lain, Perumpamaan tentang benih yang ditabur. Yang lain memberi judulnya, Tano na opat ragam (Empat jenis tanah).
Judul pertama “Penabur” menekankan tentang Tuhan sebagai pemilik benih. Judul kedua, Perumpamaan tentang Kerajaan Sorga, menekankan tentang benih atau firmanNya  yang ditabur; judul ketiga, Tano na opat ragam (Empat jenis tanah) menekankan hati manusia yang menerima Firman Tuhan. Semua judul itu sangat berkaitan satu sama lain untuk menggambarkan penerimaan hati manusia terhadap Firman Tuhan. Perumpamaan ini boleh jelas apabila kita mengetahui tentang Penabur, tentang Benih yang ditabur dan tentang tanah, hati yang menjadi tempat benih yang ditabur. Tujuan perikop ini adalah : Pengaruh Firman Tuhan dalam hati yang mendengarNya. Dalam keberhasilan pertumbuhan benih yang ditabur, peranan Penabur sangat penting, demikian juga peranan benih, juga peranan tanah yang menjadi tempat benih ditabur. Penabur adalah gambaran dari pewartaan kerajaan sorga; Benih adalah gambaran dari Firman Tuhan; dan Empat Jenis tanah adalah gambaran hati manusia yang mendengar dan menerima Firman Tuhan.  
Untuk menggambarkan Kerajaan Sorga, Tuhan Yesus memakai kebiasaan petani. Dengan perumpamaan tentang Penabur, masyarakat yang mendengar pengajaranNya mudah mencerna tentang Kerajaan Sorga. Melalui perumpamaan Penabur, Tuhan Yesus ingin menyampaikan: Buka hati untuk menerima Firman Tuhan.

Selamat Hari Minggu.

Minggu, 06 Juli 2014

RENUNGAN MINGGU III SETELAH TRINITATIS 06 JULI 2014 Mazmur 145:8-14


RENUNGAN 
MINGGU III SETELAH TRINITATIS 06 JULI 2014
Mazmur 145:8-14

Suatu ketika ada dua orang mengadakan perjalanan. Mereka membawa seekor keledai untuk mengangkut barang barang mereka, sebuah obor untuk menerangi jalan di waktu malam, dan seeokor ayam, yang merupakan teman keledai itu. Ayam bertengger di kepala keledai sepanjang perjalanan.
Salah seorang diantaranya sangat saleh dan takut kepada Tuhan; sedangkan temannya tidak percaya kepada Tuhan. Sepanjang jalan mereka berbincangbincang tentang Tuhan. “Tuhan itu sangat baik”, kata orang yang pertama. “Kita buktikan pendapatmu itu apa memang benar Tuhan itu baik”, kata orang yang kedua. Menjelang petang, mereka tiba di sebuah desa kecil, dan mereka mencari tempat bermalam. Namun tidak seorang pun bersedia memberi tumpangan kepada mereka di desa itu. Sehingga mereka meneruskan perjalanan sampai ke luar desa itu, dan mereka tidur di tengah hutan. “Mana buktinya Tuhan itu baik”, kata temannya kepada orang saleh itu. “Tuhan telah memutuskan bahwa di tempat inilah kita bermalam”, kata orang saleh itu. Mereka memasang tempat tidur mereka di bawah sebuah pohon yang besar, di samping jalan menuju ke desa tadi, lalu mengikat keledai mereka lima meter dari tempat tidur mereka. Ketika mereka mau menyalakan obor, tiba tiba kedengaran suara gaduh. Seekor singa menerkam keledai mereka hingga mati dan menyeretnya ke tengah hutan untuk dimangsa. Dengan segera kedua orang itu memanjat pohon agar selamat. “Kamu masih bilang Tuhan itu baik”, kata orang yang tidak percaya itu dengan marah.
“Jika singa itu tidak menerkam keledai kita, ia tentunya menyerang kita. Tuhan itu memang baik”, jawab orang percaya itu. Beberapa saat kemudian terdengar jeritan ayam mereka. Dari atas pohon mereka melihat seekor musang menerkam ayam mereka dan menyeretnya ke atas pohon. Sebelum temannya berkata sesuatu, orang percaya mengatakan, “Jeritan ayam itu menyelamatkan kita. Tuhan itu baik”.
Beberapa menit kemudian, hembusan angin kencang memadamkan obor mereka, yang menjadi satusatunya panghangat badan mereka di malam kelam itu. Lagilagi orang tidak percaya itu mengejek temannya, ”Tampaknya kebaikan Tuhan bekerja malam ini”, katanya. Kali ini orang yang pertama diam saja. Pagi hari berikutnya kedua orang itu kembali menuju desa yang tidak menginjinkan mereka menginap, untuk mencari makanan. Mereka melihat desa itu porak poranda karena dijarah gerombolan perampok tadi malam. Melihat itu, orang percaya itu berkata “Akhirnya terbukti bahwa Tuhan itu baik. Seandainya kita bermalam tadi malam di desa ini, kita pasti dirampok bersama penduduk desa ini. Seandainya angin tidak memadamkan obor kita, maka perampok itu, yang pasti melewati jalan di dekat tempat kita tidur, akan melihat kita dan merampok barang barang kita. Jelas, Tuhan itu baik”, kata orang percaya itu. Kesaksian seperti itulah yang disampaikan Pemazmur dalam Mazmur 145 ini.  TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikanNya, Mazmur 145:9. Sadar akan kebesaran Tuhan yang tidak terduga dan tidak terpahami, pemazmur dengan semangat yang meluapluap memuji Tuhan serta menyatakan harapannya agar Tuhan dipuji oleh segenap generasi. Memuji Tuhan berarti memberitakan, membicarakan, menyanyikan, memasyhurkan perkerjaan Tuhan atas makhluk ciptaanNya.

Pemazmur memuji Tuhan karena Dia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setiaNya, dan Tuhan itu baik kepada semua orang. KebaikanNya tidak mengenal batas agama, bangsa, warna kulit dan kedudukan sosial. 
Selamat Hari Minggu.

Kamis, 03 Juli 2014

RENUNGAN II SETELAH TRINITATIS 29 JUNI 2014 Roma 6: 12-23


RENUNGAN MINGGU 2 TRINITATIS
MINGGU II DUNG TRINITATIS 29 JUNI 2014
Roma 6: 12-23

Seorang kepala suku Indian tua terus menerus berbicara tentang Yesus Kristus dan begitu berartinya Yesus baginya. “Mengapa engkau begitu mengasihi Yesus?” Tanya seorang temannya. Kepala suku itu tidak menjawab, tetapi secara perlahan mengumpulkan ranting dan rumput kering. Dia membuat lingkaran dari bahan yang mudah terbakar itu. Dia meletakkan seekor ulat ditengah-tengah lingkaran itu. Tanpa berbicara, dia menyalakan sebatang korek api dan membakar ranting dan rumput kering yang segera saja menyala. Mereka berdua memperhatikan ulat yang ada ditengah lingkaran itu. Saat api membesar dan mendekat ke arahnya, ulat yang terperangkap itu merayap dengan cepat untuk mencari jalan ke luar.
Saat api makin mendekat ke arah dirinya, ulat yang putus asa itu mengangkat kepalanya ke atas setinggi-tingginya. Jika saja ulat itu bisa berbicara, dia akan berkata, “Pertolonganku hanya dapat datang dari atas”.
Kemudian kepala suku Indian tua itu membungkuk. Dia mengulurkan  jarinya kearah ulat itu yang segera saja  merayap naik mencari tempat yang aman. “Seperti itulah yang dilakukan Tuhan Yesus bagiku”, ujar kepala suku itu. “Dulu saya terperangkap api dosa. Kemudian Yesus membungkuk  dan dengan kasih dan pengampunanNya dia menarik saya dari lumpur dosa yang mengerikan. Oleh sebab itu, bagaimana saya tidak mengasihi dan menceritakan betapa agungNya kasih dan pemeliharaanNya?”.
Pengakuan seperti itu yang disampaikan Rasul Paulus dalam kotbah Minggu ini, Roma 6:12-23. Dalam ayat 22-23 Paulus mengatakan, “Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal. Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”.
Menurut Paulus, keselamatan kita hanya “anugerah, karunia” Tuhan. Dalam ayat 23, kata karunia, disalin dari kata “charisma” dalam bahasa Yunani. Kharisma, artinya pemberian yang disampaikan kepada seseorang, bukan karena prestasi yang menerima. Demikian halnya pembenaran kepada orang berdosa. Kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik kita; kita diselamatkan karena kasih Tuhan yang sangat besar kepada manusia yang mau menyesali dosanya. Oleh anugerah Tuhan, orang percaya dikuduskan, dosanya diampuni, dan memperoleh kehidupan yang kekal. Sebenarnya karena dosa, manusia harus mati, karena upah dosa adalah maut. Namun karena anugerah Tuhan orang percaya diberi kehidupan yang kekal. Hal itu menunjukkan bahwa keselamatan kita adalah anugerah semata, sola gratia, bukan karena perbuatan baik kita diselamatkan. Anugerah Tuhan yang begitu besar harus disambut dengan sikap yang menutup pintu hati terhadap dosa. Anugerah Tuhan harus disambut dengan ketaatan kepada-Nya melalui perilaku yang baik. Sebagai manusia yang diperbaharui, orang percaya harus setia dan mematuhi kehendak Tuhan. Kesetiaan dan kepatuhan itu diperlihatkan dalam perilaku kehidupan seharihari. Sebagai manusia baru, orang percaya harus menampilkan diri dalam kehidupan yang baru, yaitu menjauhkan diri dari dosa.

Selamat Hari Minggu.

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...