Sabtu, 28 Agustus 2021

RENUNGAN MINGGU KETIGABELAS SETELAH TRINITATIS, 29 AGUSTUS 2021

 TUHAN TAHU APA ISI HATI KITA

(Markus 7:17–23)

 

 


Orang akan lebih cenderung melihat orang lain tanpa mampu melihat diri sendiri, dan orang sering menghakimi seseorang yang disasarkan pada dugaan tanpa fakta atau bukti. Yang semuanya dapat menimbulkan kekacauan, baik yang dituduh juga yang menuduh. Menghakimi tanpa alasan dan bukti, adalah juga menggambarkan rendahnya komunikasi seseorang, atau boleh jadi hanya untuk menutupi dirinya dengan segala kekurangannya. Banyak orang berusaha menghakimi orang lain tanpa memamahi apa resiko psikologis yang ditimbulkannya baik terhadap mereka yang dituduh, juga terhadap pertumbuhan emosional dan psikologinya sendiri. Sebab perkataan kita bisa mengangkat derajat dan harga diri kita, tetapi juga dapat menjatuhkan bahkan menghinakan diri kita sendiri. Kemunafikan dan kepalsuan hidup kita, tujuan serta motivasi kita terhadap sesuatu hal, walaupun misalnya semuanya bisa kita tutupi dari orang banyak, tetapi suatu saatnya nanti pasti akan ketahuan dan terbuka. Itu sebabnya perlu ada kehati-hatian dalam bertindak dan berbicara.

 

Kemunafikan akan selalu menjadi pembenaran diri sebagaimana orang-orang Farisi dan ahli taurat saat itu. Mereka menekankan hukum, tetapi tidak hidup dalam hukum yang sesungguhnya. Misalnya: hukum mencuci tangan; tangan yang tidak dicuci akan menajiskan makanan yang akan kita makan. Tetapi Yesus menegur kemunafikan mereka, dengan mengatakan bukan sesuatu yang masuk ke dalam tubuh yang najis, akan tetapi adalah yang keluar dari mulut, sebab apa yang keluar dari mulut, adalah merupakan produksi tubuh dan pikiran kita. Ucapan yang terucap adalah representasi kehadiran moralitas dan spiritualitas kita. Ucapan yang keluar dari mulut akan dapat mengangkat derajat kita, dan juga akan dapat menjatuhkan kita hingga ke titik terendah. Sebab itulah Salomo juga katakan; jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, sebab dari situlah terpancar kehidupan (Ams 4:23) Ucapan kita bisa jadi berkat dan bisa menjadi kutuk. Aturan keagamaan/hukum siasat gereja perlu; supaya gereja itu kudus, untuk membatasi dosa dan untuk mengingatkan kita akan hukuman; tetapi aturan itu juga akan berguna jika dipakai untuk membangun moralitas dan menegakkan keadilan, kebenaran, aturan yang menghidupkan. Tuhan tahu apa alasan dibalik semua ucapan kita, pikiran dan perilaku kita. Amin. (HS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...