Rabu, 29 November 2017

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 3 DESEMBER 2017

Perubahan
Untuk Sebuah Kehidupan Baru
(Yesaya 64: 1 -9)



     Ir. Soekarno pernah berkata dalam pidatonya: “Jangan sekali-kali melupakan sejarah“ yang terkenal dengan istilah JAS MERAH. Dalam pidatonya, beliau mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk tetap mengingat apa peristiwa yang pernah dialami, seperti penderitaan karena penjajahan, perpecahan di antara sesama anak bangsa, perjuangan anak bangsa untuk merebut kemerdekaan dan banyak lagi peristiwa sejarah bangsa ini. Tentu semuanya bertujuan, bagaimana supaya seluruh komponen bangsa ini mampu membangun kesehatian untuk melihat arah serta perjuangan untuk merebut kemerdekaan, membangun orientasi bersama akan tujuan bangsa menuju negara yang adil, makmur dan sejahtera, tentu dengan kerja keras mengisi kemerdekaan, bekerja keras untuk mengubah pola pikir dari orang terjajah menjadi yang mandiri dan membebaskan setelah memperoleh kemerdekaannya. 

     Pengalaman hidup juga akan dapat merubah pemahaman seseorang dalam memaknai setiap apa yang pernah dia alami, terlebih jikalau seseorang menyadari apa dampak sebuah kesalahan yang pernah dia lakukan dalam kehidupannya, seperti penderitaan, kegagalan, kemiskinan dll. Kesadaran akan kegagalan itu boleh jadi akan membentuk kepribadian yang berpengharapan, yang mau berubah dan diubah. Terkadang keadaan hidup yang tengah kita hadapi sebagai dampak perilaku kita membawa kita untuk membuka diri kepada orang lain, mengalahkan ego, terutama kemauan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. 

     Bangsa Israel setelah mereka kembali dari pembuangan Babel, mereka menyadari akan ketidakberdayaan mereka dalam menentukan hidup, mereka menyadari akan dampak setiap pemberontakan mereka kepada Tuhan. Mereka terbuang, mereka terpisah dari anugerah Allah, hubungan mereka telah mereka rusak dengan kenajisan, kemunafikan ibadah yang mereka pertontonkan, kenajisan yang tidak dapat dibersihkan dengan usaha kesalehan sekalipun. Perbuatan jahat mereka membuat kedudukan mereka lemah, tidak ubahnya selembar daun kering yang mudah diterbangkan angin (ay. 6). Dalam hal ini Yesaya menyerukan pertobatan, Yesaya mengajak umat Israel untuk kembali mengingat Tuhan yang telah melakukan perkara besar dalam kehidupan nenek moyang mereka, sebab hanya dengan pertobatan, dengan kembalinya kepada Tuhan, Allah akan memulihkan keadaan umat-Nya, kesadaran dan pertobatan itu akan menumbuhkan kembali kerinduan untuk memiliki hubungan yang dipulihkan dengan Tuhan (ay. 8). 

     Tidak ada hal yang lebih mengerikan dalam hidup daripada kehilangan hadirat Allah. Bagi umat percaya, persekutuan dengan Allah akan melahirkan kedamaian hidup, sukacita, karena dia dapat menikmati anugerah Allah, yang tidak dapat tergantikan oleh apa pun. Pertobatan kita yang sungguh-sungguh adalah sebagai bukti bahwa kita adalah milik-Nya, umat tebusan-Nya, Tuhan tidak pernah menolak siapapun yang datang kepada-Nya, termasuk pendosa yang mau datang kepada-Nya, Tuhan Yesus mau memulihkannya dan menjadikannya baru. Pengakuan iman akan Tuhan membawa kita kepada penyerahan diri keberanian untuk menerima anugerah pengampunan-Nya (ay. 8-9): ”Tetapi sekarang, Ya Tuhan, Engkaulah Bapa kami, kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami dan kami sekalian adalah buatan tangan-MUsesungguhnya pandanglah kiranya, kami sekalian adalah umat-Nya. (HS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...