Rabu, 15 Juli 2015

RENUNGAN MINGGU VII SETELAH TRINITATIS 19 JULI 2015



Berhati Seperti Hati-Nya
(Markus 6:30-34+53-56)




Hati Tuhan digerakkan oleh belas kasihan. Ia berbelas kasih kepada murid-murid-Nya yang telah menjalankan perintah-Nya (ay.30) dan yang kesulitan mendayung perahu karena angin sakal (ay.48). Ia berbelas kasih kepada ribuan orang yang mengikuti-Nya (ay.34,44). Hati-Nya juga tergerak oleh belas kasihan ketika melihat banyaknya orang sakit yang memohon menjamah jumbai jubah-Nya (ay.56).
Kepada para murid yang telah menjalankan perintah-Nya, Yesus mengajak mereka untuk retreat. Retreat ke daerah “yang sunyi, supaya kita sendirian” untuk beristirahat (ay.31).  Bukan ke pusat kota, tempat ramai atau mal sehingga bisa ‘cuci mata’ (lihat yang segar-segar/baru-baru/discount), ‘cuci telinga’ (dengar musik), dan ‘cuci kepala’ (creambath). Perjalanan ke tempat yang sunyi adalah perjalanan menyapa hati yang jauh tersembunyi dan terkadang tak terselami. Sapaan yang merenda hati sehingga berhati seperti hati-Nya yang digerakkan oleh belas kasihan.
Yesus tidak menginginkan orang Kristen menjadi ‘gila’ kerja apalagi yang tak mau (malas) bekerja. Dia menginginkan ada ruang dan waktu bersama-sama orang percaya yang mendekatkan mereka dengan Yesus, Sang Pemberi Misi. Ruang dan waktu yang mengisi dan menyegarkan kembali semangat pelayanan ke depan. Ruang dan waktu untuk beristirahat sejenak merenungkan apa yang telah dikerjakan, dan seterusnya, mengerjakan apa yang telah direnungkan.
Ketika Yesus melihat ribuan orang seperti domba yang tak bergembala, Ia mengajar banyak hal kepada mereka. Pengajaran yang menanamkan dan menumbuhkan hati yang peduli. Bahkan bukan hanya mendidik mereka melainkan juga memberi mereka makan. Yesus sangat solider terhadap mereka. Apa yang diajarkan Yesus sepertinya menginspirasi banyak orang di dunia ini. Seorang ayah bijaksana pernah mengatakan pandangan dua tokoh ini:  ‘The highest education is that which does not merely give us information but makes our life in harmony with all existence’ (Rabindranath Tagore) dan ‘The highest result of education is tolerance’ (Helen Keller). Pendidikan itu bukan untuk menumpuk informasi, bukan pula menabur kebencian sehingga menuai dendam. Orang terdidik akan berjuang merajut kehidupan yang harmoni dan toleransi.
Saat bertemu orang sakit, hati-Nya tergerak menyembuhkan mereka. Mereka percaya, meskipun hanya menjamah jumbai jubah-Nya saja, mereka akan sembuh. Namun kesembuhan bukan hanya kesembuhan pisik semata melainkan kesembuhan hati juga. Sehubungan belum banyaknya dokter spesialis ‘sakit hati’, maka hati yang tersembuhkan oleh belas kasih-Nya, akan menyembuhkan banyak hati yang terluka. Selamat beribadah. Selamat hari minggu. Pegang teguh janji Tuhan! 
Amin.


Hati yang telah disentuh oleh hati-Nya akan bersegera merajut komunitas yang menyembuhkan dan menumbuhkan dalam suasana harmoni dan toleransi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...