Selasa, 30 Juli 2019

RENUNGAN MINGGU VII SETELAH TRINITATIS, 4 AGUSTUS 2019

TUHAN KEKUATAN 

DI TENGAH PERGUMULAN

 (Habakuk 3: 14-19)




Bagi mereka yang menyukai sesuatu yang segera, melihat seorang penunggu seperti melihat sesuatu yang nista, karena bagi mereka segala keinginan harus dikejar dan harus segera. Lupa bahwasannya kita adalah ciptaan. Itu semua mengartikan dari apa yang di dalam diri kita ada yang mengatur. Pencipta jauh lebih tahu apa yang terbaik bagi ciptaan-Nya dan akan memberikan sesuatu yang baik di waktu, di tempat dan kepada orang yang tepat. Bagi kita yang katanya terlalu lambat harus berbangga ternyata jiwa kita jauh lebih tenang ketika menunggu dan dekat dengan Tuhan. Bersabar jauh lebih dibutuhkan dari yang buru-buru, "express" atau “instan”.

Habakuk artinya “rangkulan”, “menempel”. Dia yang selalu merangkul dan menempel kepada Allah sambil mengamati bahwa kehancuran dan kekerasan telah terjadi kepada Israel di Yudea, kerajaan Selatan, sekitar masa invasi Asyur dan berpindah ke invasi Babel. Dia menyaksikan kekuatan perang yang menghancurkan masyarakat. Hukum menjadi kendur dan orang fasik menekan orang benar. Di tengah rasa sakit dan penderitaan masyarakat, Habakuk berseru agar Tuhan turun tangan, tetapi tampak kepadanya bahwa Tuhan tidak mendengarkan dan sepertinya tidak ada harapan. 

Pada pasal dua, Tuhan menjawab Habakuk. Tuhan meyakinkan Habakuk tentang visi perdamaian, keadilan, dan kemakmuran. Kapan? Waktunya Tuhan yang menentukan. Habakuk  harus menunggu dan bersabar. Menunggu adalah bagian dari kehidupan beriman. Namun, waktu kita bukanlah waktu yang kosong. Sebagai pengikut Yesus, kita menunggu dan juga berharap, dengan harapan bahwa Allah akan bergerak dengan cara yang tidak bisa kita lihat atau pahami. Dalam penantian tersebut, situasi Habakuk tidak berubah, tetapi justru Habakuk yang berubah. Banyak tuntutan, bersungut-sungut dan hampir hilang kesabaran.

Ketika kita melihat sekitar penuh rasa sakit dan penderitaan dan menunggu pertolongan datangnya terlalu lama, kita dapat menjadi depresi, berkecil hati, kehilangan kekuatan dan kehilangan motivasi. Habakuk dalam keputusasaan. Dalam situasi sulit Habakuk memutuskan bahwa “Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.” (ay.17-18). Harapan tidak menunggu situasi berubah. Harapan juga tidak perlu mengubah situasi. Namun, harapanlah yang mengubah Habakuk. Habakuk mengungkapkan perubahan ini dengan kata-kata, “ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku.” (ay.19).

Doa:Ya Allah Bapa kami melalui Yesus Kristus Tuhan kami! Kami berterima kasih karena Engkaulah Tuhan yang bertindak menyelamatkan kami, dari kekuatan dunia yang mengancam meluputkan kami dari-Mu. Selamatkan dan lindungilah kami umat-Mu. Amin. Selamat hari Minggu! (NS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...