Sabtu, 04 Agustus 2018

PENELAAHAN ALKITAB (PA) REMAJA BULAN AGUSTUS 2018

PENELAAHAN ALKITAB (PA) REMAJA

HKBP PONDOK GEDE RESORT PONDOK GEDE

Jumat, 3 Agustus 2018 Pukul 19.00 WIB 

Di Gereja

“Before and after Ibadah”
















1.  Bernyanyi BN. HKBP No. 24:1-2 “Lawatlah Tuhan”

Lawatlah Tuhan, kami umatmu.
Kami mau memuji Tuhan, kar’na kasih dan rahmatMu.
Lawatlah Tuhan, kami umatMu.

Kasihanilah, kami yang sesat,
Kaulah Yesus pertolongan, yang memb’ri keselamatan
Kasihanilah, kami yang sesat.

2.  Doa Pembuka

3. Pembacaan Nats: Mazmur 100: 1-5

4. Penjelasan:

Hampir semua perkantoran, sekolah, perusahaan, memiliki persekutuan atau menjalankan ibadah. Apa yang ada di benak kita kalau melihat hal tersebut? Bangga? Oh, kebanggaan adalah sesuatu yang baik. Gerald Anderson, seorang misiolog yang punya perhatian terhadap perkembangan gereja di Asia memperkirakan setelah tahun 2000 nanti, 2/3 dari orang kristen di dunia akan ada di dunia ketiga. Itu berarti di Asia dan Indonesia. Hebat bukan? Hati siapa yang tidak bangga jika dikatakan orang-orang kristen di Indonesia hebat?
Tetapi jangan terlalu cepat bangga! Apalah artinya angka yang besar-besar itu? Apa sih arti jumlah yang besar? Bukan kuantitas yang dilihat Tuhan. Yang Tuhan lihat adalah kualitas iman kita. Yang dilihat Tuhan adalah sejauh mana kita menghayati kasih setia Allah di dalam Yesus Kristus di dalam hidup kita sesehari.
Salah satu cara melihat penghayatan kita kepada Yesus adalah melalui ibadah yang dilakukan. Apakah kita telah beribadah dengan baik? Apakah ibadah kita membawa sukacita bagi Tuhan dan sesama?
Baiklah kita mulai dengan pertanyaan mengapa sih kita beribadah? Ada banyak jawaban! Tetapi jawaban yang sering kita dengar dan agak klise adalah untuk bersekutu dan mendengarkan firman Tuhan. Benarkah begitu?
Konon, di Jakarta, orang beribadah untuk mirip dengan orang nonton bioskop. Ada kesamaan dan perbedaannya. Justru karena itu, perikop ini mengajak kita belajar dari pemazmur yang mengajak kita beribadah dengan sukacita dan sorak-sorai.
Nah di sini letak persoalan kita. Sukacita atau sorak sorak itu letaknya di dalam ibadah atau setelah ibadah?
Jika kita perhatikan kata sukacita dan sorak-sorai didahului dengan kata “beribadahlah kepada Tuhan…” dan “datanglah ke hadapannya…” Dua kata itu menunjukkan pemahaman bahwa yang datang adalah orang yang statusnya lebih rendah. Seperti seorang yang datang menghadap raja atau seorang hamba kepada tuannya. Apakah mungkin kita menghadap Presiden dengan gaya seorang sahabat, halo Pak Jokowi apa kabar Anda?  Pasti kita menghadapnya dengan takjim, hormat.
Dan raja atau tuan yang kita temui bukanlah tuan berwajah sangar menyeramkan, tapi berwajah ramah berseri-seri. Sehingga ketika kita menghadap ada kesukacitaan ada kegembiraan. Tapi sukacita itu, sorak-sorai itu justru dirasakan setelah kita kembali dari perjumpaan dengan sang tuan itu. Dengan bangga kita menunjukkan foto kita kepada kawan-kawan kita: Ini loh waktu saya datang ke Istana ketemu Pak Jokowi. Kegembiraan itu justru di luar istana.
Begitulah hakikat ibadah. Perjumpaan di sini menciptakan sukacita dan sorak sorai di hati kita, dan itu diungkapkan bukan di sini, tapi di luar sana. Itulah sebab pemazmur mengatakan: Bersorak-soraklah bagi Tuhan, hai seluruh bumi! Perhatikan ada kata seluruh bumi di sana. Itu berarti, sorak-sorai yang kita hayati ketika berjumpa dengan Tuhan, dilihat dan dirasakan orang-orang di sekitar kita. Sehingga semua orang juga mau bersorak-sorai bersukacita memuji Tuhan.
Di sinilah persoalan kita. Kalau kita mau jujur, bukankah yang terjadi dalam ibadah-ibadah kita justru terbalik? Ibadah kita jalani dengan sorai-sorai gegap gempita, tapi di situ kita sama saja dengan  orang lain.
Apakah ada bedanya orang kristen yang rajin beribadah  dan bukan kristen? Cobalah iseng-iseng potong mobil dengan sticker kristennya, apakah keluar kata syalom? Bukankah di dalam gereja tetap saja ada dendam membara, ketidaksenangan. Bukankah kita kerap melihat wajah-wajah angker tanpa senyum di dalam gereja?
Kita berada dalam situasi yang teramat sangat  memprihatinkan. Bukan saja karena kita terjebak dalam rutinitas ibadah, tapi kita terjebak dalam kemunafikan ibadah. Ya, dalam ibadah kita begitu saleh, tapi di luar itu kita begitu sableng. Di dalam ibadah kita menyerukan nama Tuhan dengan amat khusuk, tapi di luar itu kita bertindak seperti orang kesetanan.
Karena itu, marilah kita jalani ibadah dengan sukacita, bukan hanya di sini, tapi juga di luar tempat ini. Tuhan Memberkati! Amin.

5. Diskusi

1.      Setiap hari Minggu, ada 5 kali peribadahan di HKBP Pondok Gede. Selama kamu mengikuti ibadah di gereja ini, ibadah pukul berapa yang menyenangkan bagimu?

2.      Pernahkan Anda memakai Gatget/HP pada saat ibadah, menurutmu apa itu baik?

3.      Pernahkah Anda ketiduran ketika mengikuti ibadah?

4.      Ketika memimpin ibadah, Liturgis yang bagaimana yang kamu sukakan?

5.      Dalam ibadah Minggu, Khotbah yang bagaimana Anda suka?


6.  Bernyanyi KJ. No. 25:1“FirmanMu Tuhan Allahku”

FirmanMu Tuhan Allahku, tak ternilai bagiku.
Kujadikan peganganku, di tiap langkah hidupku.
Kalau bukan Firman Tuhan, dasar iman umatMu.
Apakah dasar yang kuat, selain Firman Tuhanku.

7.  Doa Syafaat

8. Bernyanyi BN. HKBP No. 15:1-2 “Andai ‘kupunya suara indah” (Persembahan)

Andai ‘kupunya suara indah, seribukali suaraku.
Aku bermazmur sangat indah, dari seluruh jiwaku.
Hatiku sangat bergemar, memuji karya ciptaMu.

Andaikan suaraku menjangkau semua alam ciptaanMu.
Akan ‘ku ajak semua makhluk nyanyikan kidung bagiMu.
Hendaklah jiwa ragaku, memuji Tuhan Allahku.


9. Doa Bapa Kami-Berkat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...