Jumat, 22 Maret 2019

RENUNGAN MINGGU OKULI 24 MARET 2019

Bernyanyi 

dan

Bersaksilah

(Mazmur 118: 22-29)


Kebebasan atau kemerdekaan adalah sesuatu hal yang sangat didambakan setiap orang (bnd. isi pembukaan UUD 45: ”bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa...” ), artinya semua orang berhak memperoleh kebebasan. Akan tetapi boleh jadi setiap orang berbeda caranya dalam memaknai dan memahami sebuah nilai kebebasan, ada yang bersukacita dan bersyukur, ada yang merasa biasa-biasa, tetapi ada yang merasa sebuah kebanggaan dan yang akhirnya jatuh pada kesombongan diri. Kebebasan adalah sebuah kesempatan untuk kembali merenungkan diri, introspeksi apa dan mengapa sebelumnya merasa terkungkung, tertawan dan dibatasi. Dalam memaknai kebebasan orang ada yang bertindak “liar“ dalam artian mempergunakan kebebasannya sebebas-bebasnya sesuai dengan kehendak hatinya; tetapi ada juga yang memaknai kebebasan itu sebagai suatu kesempatan untuk melakukan apa yang terbaik, supaya tidak jatuh dalam kegagalan yang sama. Jikalau kita berbicara tentang kebebasan, berarti ada keterikatan, perbudakan, pembatasan hak, keterpenjaraan, baik dalam ekonomi, kebebasan bersuara, berbuat. Tentu juga ketika kita merasa terpenjara, dibatasi, ada kerinduan untuk bertemu dengan orang-orang yang sependeritaan, entah dalam suatu kesempatan atau wadah tertentu. Dan alangkah sukacitanya mereka yang bebas dapat dipertemukan kembali. 

Bangsa Israel terbuang jauh dari tanah airnya menjadi budak, tidak ada kebebasan, tidak dapat beribadah kepada Tuhannya, rindu akan tanah airnya, rindu akan bait Allah, sepertinya mereka putus asa. Anugerah Tuhan memberinya kemerdekaan, mereka yang terbuang ternyata tetap dikasihi Allah, tetap bangsa yang diberkati-Nya. Bangsa yang terbuang diangkat kembali, dimerdekakan sehingga bangsa-bangsa sekitarnya melihat kebesaran Allah Israel. Bait Allah dibangun kembali yang mereka lihat sebagai wadah yang mempersatukan bangsa itu kembali dalam pimpinan Tuhan. Mereka menemukan kehidupan baru. Kebebasan itu mereka lihat sebagai babak baru dalam kehidupan yang baru bersama Tuhan: “Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya“ ay. 24. Mereka menyikapi kebebasan itu seperti sebuah kehidupan baru, titik awal dalam segala pembaharuan budi, dan iman; yang adalah merupakan pemberian dan berkat Allah. Sehingga melahirkan sebuah komitmen iman, dalam kesungguhan persekutuannya dengan Tuhan. Mereka menyambutnya dengan pujian dan nyanyian sorak-sorai, bersukacita naik ke “gunung Tuhan“/Bait Allah untuk mempersembahkan hidup dan kehidupan mereka. 

Batu yang dibuang, dijadikan sebagai batu penjuru, bangsa Israel yang terbuang diangkat menjadi bangsa yang dimerdekakan dan diberkati, menjadi saluran berkat bagi bangsa-bangsa (bnd. Kej. 12:2-3). Batu itu yang oleh PB mengarah kepada Yesus yang dibuang/disalibkan para imam, ahli taurat dan tua-tua Israel (ahli bangunan), menjadi batu penjuru, dasar kehidupan seluruh dunia. Yesus menjadi kehidupan dan keselamatan dunia. Sehingga seluruh umat Tuhan berkata: ”Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersukacita.” Amin. Selamat hari Minggu. (HS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...