Senin, 22 Agustus 2016

RENUNGAN MINGGU XIV Setelah TRINITATIS 28 Agutus 2016



MEMBENGKELI DIRI
MENJADI SEPERTI KRISTUS

                                                             (1 Yohanes 3:18-24)

 


        













      Tidak banyak orang yang mau bertanya kepada diri sendiri apakah ia sudah melakukan firman Tuhan, dalam hal apapun, secara optimal, all out, dengan segenap kemampuan, daya dan kekuatan yang dimilikinya. Sebab pada dasarnya tidak semua orang yakin bahwa mereka memang harus melakukannya. Selain itu ada semacam pemahaman bahwa selain melaksanakan firman Tuhan dalam hidupnya, orang berhak melakukan sesuatu semata-mata demi kesenangan dan kepentingannya pribadi. Jadi ada semacam pembagian (dikotomi) antara hal-hal yang sifatnya percaya kepada Tuhan dan yang bukan. Demikian ajaran-ajaran palsu, menurut Yohanes mereka pendusta dan antikristus. 
       Bagaimana cara orang Kristen mencermatinya? Merenungkan apa yang dikatakan 1 Yohanes 3:18-24. Sebuah perikop yang berfokus pada kasih (agape), tepatnya: “berlaku benar berarti mengasihi sesama”. Kata Kebenaran/aletheia berarti apa yang sesuai dengan kenyataan, dan dalam konteks ini merujuk pada kesesuaian antara perkataan dengan tindakan. Kebenaran/aletheia itu merujuk lebih luas pada kenyataan di dalam Allah. Bahwa Kristus tidak mengasihi dengan wacana saja, melainkan berkorban secara sangat konkrit untuk melayani kebutuhan paling mendasar kita, yakni keselamatan dan hidup yang kekal. Yohanes tiba pada kesimpulan, baginya hidup harus berlaku seperti apa yang diinginkan oleh Kristus sendiri, bahwa orang percaya dikenal dari buahnya, atau dari apa yang dilakukannya dalam kehidupannya setiap hari. Hidup secara benar sebagaimana yang dikehendaki Kristus, sebagai sumber dan dasar dari segala tindakannya. 
     Maka di situ, kasih menjadi bukti dari kebangkitan orang percaya dari “kematiannya”. Dalam khotbah di bukit yang adalah semacam “aturan main” bagi kehidupan orang percaya, orang yang sudah ditebus atau “dibangkitkan” bersama Kristus. Yesus menandaskan bahwa ”tidak mengasihi berarti sama dengan pembunuh” (bandingkan Mat.5:21-22). Setiap pengikut Kristus (orang Kristen) tidak bisa tidak mengasihi. Barangkali ada orang mengatakan: “Oke saya tahu ini adalah kewajiban kita. Tetapi mungkinkah ini kita lakukan?” Jawabnya ada di ayat 22. “dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.” Maka itu, hidup Kristen berarti meminta supaya Tuhan memampukannya “meneladani atau meniru Kristus” (lihat: Fil.2:5 dan 1 Pet.2:21). Melalui mengasihi dengan perbuatan nyata, dan dalam kebenaran. (ay.18). 
     Orang Kristen peniru Kristus adalah manusia baru, yang dalam segala bentuk kehidupannya adalah pelayanan kasih. Ia bukan sekedar lowongan pekerjaan sukarela yang diisinya karena tak ada orang lain, juga bukan sekedar memanfaatkan atau mengisi waktu luang. Ia adalah panggilan hidup yang mesti lahir dari hati yang mengasihi, yang mensyukuri kasih Tuhan. Mengasihi dan mensyukuri kasih Tuhan yang mestinya tidak berhenti setelah lewat “periode”, “musim”, waktu yang tertentu, tetapi sinambung, intens bahkan tetap sifatnya. Dan ini berlaku untuk setiap bentuk aktivitas. Maka itu berarti bahwa hidupmu adalah pengorbanan! Artinya, memberi bukanlah memberi bila tidak mau kehilangan atau rugi. Menolong bukanlah menolong bila tidak bersedia mengorbankan tenaga, materi dan waktu. Kiranya Tuhan membengkeli hidupmu menjadi seperti Kristus. Selamat hari Minggu.
Amin.

     


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...