Kamis, 30 Oktober 2014

MINGGU XIX DUNG TRINITATIS “Takkan Lekang oleh Waktu” (1 Tesalonika 2:1-8)


MINGGU XIX DUNG TRINITATIS 26 OKTOBER 2014
Takkan Lekang oleh Waktu” (1 Tesalonika 2:1-8)



Pernahkah merasa “jauh di mata, jauh pula di hati”? Atau “dekat di mata, justru jauh di hati”? Atau “Jauh di mata, namun dekat di hati”? Bagi Paulus, perasaannya terhadap jemaat Tesalonika seperti “jauh di mata, dekat di hati”. Perasaan itu dia ungkapkan dalam suratnya Tetapi kami, saudara-saudara, yang seketika terpisah dari kamu, jauh di mata, tetapi tidak jauh di hati,...” (2:17). Mungkin kita bertanya Apa yang membuat Paulus merasa begitu dekat dan melekat dengan jemaat Tesalonika? Karena mereka memegang teguh iman, pengharapan, dan kasihnya kepada Kristus (1:3). Mereka bekerja dalam iman, setiap usaha dilakukan dalam kasih, dan setiap harapan mereka jalani dengan tekun. Ternyata, keteguhan dan ketetapan hati jemaat Tesalonika menjadi inspirasi bagi jemaat-jemaat lain di Makedonia dan Akhaya (1:7).
Meski pelayanan Paulus terbilang sangat singkat, menurut penafsir, kurang lebih 3 (tiga) minggu, namun ternyata melekat di hati jemaat. Itu sebabnya dia menuliskan, dalam bahasa Batak dikatakan, “Na mandok mauliate do hami tongtong tu Debata… ai hutaringoti hami do hamu di tangiangnami” (1:2). Dalam doanya pun, jemaat Tesalonika selalu disebut Paulus. Pengalaman Paulus dan jemaat Tesalonika kembali meneguhkan apa yang lama diakui dan diimani orang percaya sepanjang abad bahwa kebaikan itu takkan lekang oleh waktu.
Sekalipun singkat namun quality time-nya sangat terasa dan tertanam kuat. Dalam hal ini durasi ataupun frekuensi pertemuan seakan terkalahkan oleh kualitas pertemuan. Meski singkat tetapi maknanya sangat kuat. Karena penginjilan Paulus digerakkan oleh ketulusan hati (ay.8). Dia menempatkan dirinya, bagi jemaat Tesalonika, seperti seorang ibu yang mengasuh dan merawat anak-anaknya (ay.7). Dampaknya, jemaat Tesalonika berpaling dari berhala-berhala lalu melayani Allah (1:9). Mereka meninggalkan apa yang selama itu dianggap sebagai penolong, lalu beralih menyembah Allah. Begitu indahnya dan bermaknanya hubungan mereka! Paulus mempertahankan integritasnya dalam memberitakan Injil Kristus. Sekalipun dihina dan dianiaya (ay.2), dia tetap teguh di dalam Tuhannya. Semuanya itu dilakukan bukan untuk menyukakan hati manusia melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati manusia (ay.4). Minggu ini merupakan minggu terakhir dalam bulan Oktober. Sepanjang bulan ini kita diinspirasi oleh tema “Menyenangkan Hati Allah yang Menyelamatkan Kita”. Tesalonika dikenang karena mereka menyenangkan hati Allah melalui keteguhan dan ketetapan hatinya kepada Tuhan. Betul apa yang disampaikan oleh Evander Holyfield “Bukan ukuran orangnya yang penting, tetapi ukuran hatinya”. Bagaimana dengan hidup orang percaya? Bagaimana orang mengenang kita kelak? Adakah sesuatu yang dapat dilakukan untuk membuat Allah senang dan senyum melihat umat-Nya? Atau apakah Allah justru sedih dan pedih hati melihat sikap umat-Nya yang, mengutip lirik Ebiet G Ade, “selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa”? Sebelum minggu dan bulan ini berlalu, tentu kita masih punya waktu untuk memikirkan dan melakukan kebaikan-kebaikan yang takkan pudar dan lekang oleh waktu. Memurnikan kembali hati dan kasih kita kepada Allah, orangtua, pasangan, kekasih, saudara, sahabat, pekerjaan, dst adalah kebaikan-kebaikan yang takkan lekang oleh waktu. Tuhan itu baik (Mzm 145:9a). Siapa yang mengasihi Tuhan berarti mengasihi (melakukan) kebaikan. Bersegeralah! Amin.

Selamat hari minggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...