Jumat, 21 Agustus 2015

RENUNGAN MINGGU XII SETELAH TRINITATIS 23 AGUSTUS 2015

MEMULAI DAN MENGAKHIRINYA DALAM KESETIAAN
(Yosua 24: 1-2a; 14-18)




Memulai sesuatu di dalam hidup adalah bagus. Tetapi, mengakhiri dengan baik apa yang telah dimulai adalah hal yang lain. Kita bisa saja memulai dengan bagus, tapi mengakhirinya dengan tidak bagus. Sebab, untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai membutuhkan sikap hati yang setia. Itulah sebabnya Salomo berkata, “Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?”(Amsal 22: 6).
Nama Yosua (Ibrani: יהושׁע Yehoshua) artinya adalah “dengan pertolongan Yahweh.” Kisah ini terjadi di saat Israel telah berhasil menduduki dan mendiami Tanah Perjanjian beberapa waktu lamanya, saat itu pemimpin mereka, yakni Yosua telah menjadi tua dan lanjut umurnya (Jos. 23:1). Merasa bahwa masa tugasnya hampir berakhir, dan kematiannya sudah dekat, Yosua mengumpulkan seluruh orang Israel termasuk para pemimpin tiap suku-sukunya untuk menyampaikan pidato perpisahan. Dalam tradisi Israel, bila seorang pemimpin sudah berusia lanjut, di mana masa tugasnya akan berakhir dan kematiannya sudah sangat dekat, ia akan mengumpulkan seluruh rakyatnya.  Sikhem di mana leluhur Israel yakni Abram mendirikan mezbah pertama di negeri itu (Kej. 12: 6, 7), menjadi tempat bagi Yosua untuk menyampaikan pidato perpisahannya. (band. Kej. 49; Ul. 32,33).
Pidato pertamanya pasal 23 dan yang kedua pasal 24. Yosua 24:1-8 ini pidato kedua perpisahan Yosua dan pembaharuan perjanjian Sinai, yang saat ini dibaharui di Sikhem. Mengapa perlu diperbaharui? Karena Yosua mendapati bahwa dalam perjalanan, umat telah mengkhianati janji setia mereka dan banyak melakukan kesalahan kepada TUHAN sehingga mereka jatuh ke dalam dosa (band. Jos.7). Yosua mengingatkan akan perbuatan-perbuatan Tuhan yang ajaib yang telah membawa keluar bangsa Israel secara ajaib dari tanah perbudakan di Mesir. Yosua juga mengingatkan akan campur tangan Tuhan yang membuat bangsa Israel mampu merebut kota-kota di Kanaan, melawan bangsa-bangsa yang diam di sana, dan membuat bangsa Israel mendapatkan kemenangan demi kemenangan (Yos 24: 1-13).
Dengan semua pengalaman itu, Yosua menantang bangsa Israel memilih beribadah kepada allah-allah orang Amori atau kepada Allah yang hidup?  Yosua sendiri, dengan tegas ia menyatakan,  "...aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!" (ayat 15b). Akhirnya umat Israel pun membuat pilihan yang sama yaitu berjanji dan tetap beribadah kepada Allah yang hidup.  Ini komitmen mereka,  "...Jauhlah dari pada kami meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain!" (ayat 16).  Jika mereka ingkar, lalu beribadah kepada allah asing, Tuhan tidak segan-segan akan menghukum mereka karena Dia adalah Allah yang kudus. Agar bangsa Israel beribadah kepada Tuhan dengan penuh kesadaran, bahwa memang hanya Tuhanlah yang patut disembah. Yosua dan bangsanya tersebut mempercayai TUHAN sebagai satu-satunya Allah yang benar. Yosua mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan jiwanya, termasuk seluruh isi keluarganya.
Bagaimana dengan kita? Rindukah kita membangun hidup kita seperti Yosua? Adakah hari kita juga melakukan hal yang sama, membawa seluruh isi keluarga kita untuk berkomitmen setia melayani dan beribadah kepada Tuhan kita, Yesus Kristus, satu-satunya Allah yang hidup dan benar? Amin.

Selamat Hari Minggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...