Sabtu, 30 Agustus 2014

RENUNGAN MINGGU XI TRINITATIS Matius 16: 21-28

RENUNGAN MINGGU XI TRINITATIS 
Matius 16: 21-28 

Booker T. Washington, seorang Professor Negro yang terkenal di Institut Tukegee Alabama. Tidak lama setelah ia menjabat Presiden dari Institut Tukegee di Alabama, di suatu sore ia berjalan-jalan di pinggir kota untuk menghirup udara sore. Seorang wanita kulit putih tiba-tiba menghentikannya. Karena tidak mengenal Booker T. Washington, wanita kulit putih yang kaya ini menawarkan apakah laki-laki negro itu mau mendapat uang dengan membelah kayu bakar untuknya. Setelah berpikir bahwa tak ada urusan yang mendesak, maka Prof. Washington mengikuti wanita kaya itu ke rumahnya. Dengan tersenyum dia menggulung lengan bajunya dan memulai melakukan pekerjaan kasar yang diminta wanita tua itu. Setelah selesai dia membelah kayu bakar itu, ia membawa kayu-kayu bakar itu ke dalam rumah dan meletakkannya di dekat perapian. Seorang gadis, cucu wanita tua itu baru pulang dari kuliah heran karena ia mengenal Prof.Washington dan mengatakannya kepada neneknya. Keesokan harinya wanita tadi dengan perasaan malu mendatangi Prof.Washington di kantornya dan minta maaf. “Tidak apa-apa nyonya”, jawab Professor “Ada kalanya saya menyukai pekerjaan kasar. Di samping itu sungguh menyenangkan apabila saya dapat menolong teman”. Wanita tua itu dengan hangat menjabat tangan Washington dan memberikan pujian buat perilakunya yang sangat rendah hati. Beberapa waktu kemudian wanita kulit putih itu menyatakan penghormatannya dengan ikut menjadi donateur menyumbang beribu-ribu dolar untuk Institut Tukegee. Kerendahan hati seperti itu yang dimaksud Yesus menjadi siarat mengikut Dia dalam ayat 24 kotbah Minggu ini, Matius 16: 21-28. Menurut Yesus siarat mengikuti Dia adalah menyangkal diri. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku”. Kerendahan hati adalah dasar pengorbanan. Seseorang mampu memikul salibnya, apabila mau menyangkal diri. Menyangkal diri artinya mengosongkan diri atau merendahkan diri di hadapan Yesus. Kerendahan hati adalah bagaikan pelampung, yang menjamin seseorang akan tetap mengapung di perairan yang luas. Tidak ada gunanya menjadi sombong. Jika Tuhan memberkatimu dengan kesuksesan finansial, jangan pernah pamerkan itu dengan kepongahan dan kemewahan yang tidak perlu. Jalanilah hidup secara rendah hati dan sederhana. Inilah cara hidup yang menjamin kedamaian dan stabilitas. Mengapa orang menjadi sombong sementara semua makhluk hidup pasti akan mati cepat atau lambat? Kerendahan hati selalu menang. 
 Selamat Hari Minggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...