Sabtu, 31 Oktober 2015

RENUNGAN MINGGU XXII SETELAH TRINITATIS 1 NOVEMBER 2015

Tak Menjadi Beban Masa Depan
(Amsal 23:15-26)



    Ketika anak hadir dalam keluarga, banyak doa dan harapan yang disampaikan untuk masa depannya. Misalnya, semoga dia sehat dan semakin besar. Setelah besar, semoga dia cepat sekolah. Setelah sekolah, semoga dia cepat dapat kerja. Setelah dapat kerja, semoga cepat dapat jodoh. Setelah dapat jodoh, semoga cepat kawin. Setelah kawin, semoga cepat punya momongan. Setelah punya momongan, semoga dia sehat dan semakin besar, dst. Harapan dari semoga ke semoga itu juga merindukan anak yang bertumbuh dan bertambah baik. Sebab, anak-anak seperti itulah yang membesarkan hati orangtuanya. Tak jarang, orangtua pun dapat meneteskan air mata karena menyaksikan anaknya berhasil menjadi “mata air” bagi komunitasnya.
    Khotbah minggu ini mengisahkan penulis kitab Amsal yang merindukan anaknya (Israel) menjadi anak yang bijak, jujur, senantiasa takut akan Tuhan, tekun mempelajari firman dan menghidupi kebenaran serta mata hati yang tertuju pada jalan kehidupan. Semuanya itu menyukakan hati orangtua dan Tuhan. Sebaliknya, penulis kitab Amsal mengingatkan anaknya agar tidak iri kepada orang-orang yang mencintai dosa, tidak bersahabat dengan para pemabuk dan rakus. Semunya itu mendukakan hati Tuhan, orangtua, sesama dan menghancurkan masa depannya.
    Tentu hati kita terus tergugah tatkala membaca doa yang sangat terkenal, yang ditulis Douglas McArthur, pada masa perang Asia Pasifik berkecamuk. Berikut ini adalah penggalan doa tersebut berjudul Doa Sang Prajurit bagi Putranya. “Tuhanku bentuklah putraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk menyadari manakala dia lemah. Cukup berani untuk menghadapi dirinya sendiri manakala dia takut. Manusia yang memiliki rasa bangga dan keteguhan dalam kekalahannya. Rendah hati dan jujur dalam kemenangan. Jangan ia Kau bimbing pada jalan yang mudah dan lunak. Biarlah Kau bawa ia ke dalam gelombang dan desak kesulitan tantangan hidup. Bimbinglah ia supaya ia mampu berdiri tegak di tengah badai serta berwelas asih kepada mereka yang jatuh… Seorang manusia yang sanggup memimpin dirinya sebelum memimpin orang lain. Seorang manusia yang mampu meraih masa depan tapi tak melupakan masa lampau…” 
    Dalam doa tersebut, tak ditemukan nada dan alokasi dana untuk bermanja-manja. Hal senada dengan ungkapan bijak yang berkata: “Orangtua yang memanjakan anak-anaknya, akan membuat anak-anak tersebut menjadi beban di masa depan.” Dalam memperingati Pesta Reformasi Gereja, semua orangtua merindukan buah hatinya kelak menjadi anak yang bermakna. Bukan sekedar intelektualnya yang cerdas. Memang, Albert Einstein pernah menyimpulkan bahwa kecerdasan itu hanya 1% ditentukan oleh faktor gen, sedangkan 99 % ditentukan kerja keras dan lingkungan. Namun kita juga perlu meneladankan kecerdasan emosional dan spiritual, sedini mungkin untuk membangun generasi masa depan. Selamat hari Minggu. Selamat beribadah. Pegang teguh janji Tuhan!  
                                                             Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021

MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...