Carilah Pengertian
(Lukas
6: 39-42)
Memahami sebuah kecendrungan gaya hidup, karakter
atau perilaku seseorang akan memampukan kita untuk berbuat secara hati-hati,
dalam artian belajar memahami sebuah kebenaran. Seseorang yang cenderung mencari
pembenaran diri adalah seseorang yang tidak memiliki integritas hidup, tidak
dapat melakukan sebuah kebaikan yang sungguh, atau tidak dapat berbuat apa-apa.
Atau boleh jadi karena dibayangi oleh ketakutan atas kesalahan, kebohongan atau
penipuan yang dia lakukan. Akibatnya untuk menutupi kesalahannya, kelemahannya
bahkan kebodohannya, dia akan cenderung mencari pembenaran diri, menyalahkan
orang lain, menciptakan berbagai isu untuk mengalihkan perhatian orang lain
dari kesalahannya. Yang walaupun jikalau diakuinya, hal itu tidak akan bertahan
kebohongan itu tidak akan lama, akhirnya dia berusaha membangun kelompok,
mempengaruhi kelompoknya untuk mau sepemahaman dengannya.
Kalau Tuhan katakan dalam sebuah pertanyaan
retorika; dapatkah orang buta menuntun orang buta? Artinya sebuah kesalahan
tidak akan dapat membenarkan kesalahan yang lain, suatu kebodohan menutupi
kebodohan yang lain, pasti akan terjatuh, tersandung. Hanya orang yang sehat,
yang dapat melihat dapat menuntun orang buta berjalan. Hanya orang benar yang
akan mampu mengarahkan orang lain untuk menyadari kesalahannya. Boleh jadi
melalui nasehat atau perbuatan nyata. Seorang guru yang baik akan senantiasa
memberikan pelajaran yang baik kepada muridnya, pembelajaran etika moral, kebenaran,
kasih atau perbuatan baik, dan murid yang mampu menerimanya, belajar
memahaminya akan berusaha melakukan apa yang terbaik sesuai dengan
ajaran/didikan yang diterimanya (Amsal 4:5-9).
Orang
yang tidak mengakui kesalahannya, orang yang tidak mampu berbuat kebaikan, atau
orang yang dibatasi kebebasannya; misalnya orang yang sakit hati karena
diberhentikan dari suatu pekerjaan, yang ide-idenya tidak dapat diterima, atau
tidak dapat memperoleh “keuntungan diri“ maka dia akan cenderung menghakimi,
menghujat, memfitnah, menyalahkan orang lain, seolah-olah hanya dia yang benar,
yang mampu. Kelompok inilah yang telah mematikan suara hatinya, hati nuraninya,
demi sebuah kepuasan diri, kepuasan emosional. Padahal; seharusnya kita harus
bercermin pada diri kita sendiri, bercermin pada kebaikan orang lain yang dapat
kita lihat. Sebab sekecil apapun yang baik yang dapat dilakukan dan diperbuat
orang lain, adalah jauh bernilai daripada sejumlah kebohongan dan kemunafikan
yang kita perbuat. Kesadaran diri atas segala keberadaan kita, dan kemampuan
mengakui kekurangan kita dan kelebihan orang lain, akan menjadi motivasi kita
untuk semakin bertumbuh baik secara moralitas/karakter, iman ke arah yang lebih
baik, untuk melatih diri kita dalam kerendahan hati. Kebesaran seseorang jikalau
dia mampu mengakui, menghargai sekecil apapun kelebihan, keberhasilan dan
perbuatan baik yang dapat dilakukan oleh orang lain, dan berusaha dengan
sungguh untuk memperbaiki diri dalam segala hal menuju pembaharuan, pertumbuhan
karakter moralnya yang lebih baik, menumbuhkembangkan iman pengharapannya akan
hidup masa depan yang lebih baik dan berguna baginya juga bagi banyak orang.
Milikilah hikmat, dan jangan meninggalkannya supaya kamu beroleh hidup dan
kehidupan yang sesungguhnya. Amin. (HS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar