Memaknai Sebuah Sukacita
(1 Tawarikh 16:31-36)
Banyak orang bersukacita dalam hidupnya dengan
berbagai alasan penyebabnya, boleh jadi karena merasa berhasil dalam usaha,
pendidikan, sembuh dari penyakit, anak-anaknya berhasil dalam pendidikannya, jikalau dia
mempunyai kesempatan untuk melayani banyak orang, memberikan sesuatu yang
terbaik, misalnya dalam wujud kepedulian sosial atau banyak hal dan sukacita
seperti ini akan disertai dengan pengungkapan syukur. Akan tetapi tidak semua
orang bersukacita dalam pemahaman yang positif, mengapa? Ada orang bersukacita
karena dia merasa menang atas diri orang lain, misalnya dalam persaingan bisnis
atau jikalau dia mampu menjatuhkan,
mencelakai, menjatuhkan harga diri/nama seseorang ataupun yang lainnya dan pasti
hatinya tidak akan mampu bersyukur dengan tenang, sebab yang ada hanyalah
kebencian, persaingan, dan pikiran yang negatif. Sukacita yang bagaimanakah yang dapat bertahan
lama, dan yang mampu melahirkan ketenangan hati dan perilaku yang menyejukkan?
Dalam nats ini, bagaimana kita melihat Mazmur ini merupakan
pengungkapan syukur yang dimulai dengan ibadah untuk mensyukuri kebaikan Tuhan
dengan bernyanyi, memerlukan Tuhan, mencari wajah Tuhan dengan merendahkan diri di hadapan-Nya dan
melakukan apa yang berkenan dengan kehendak Tuhan, senantiasa mengenang segala
kebaikan Tuhan (8-13). Pengalaman pribadi akan Tuhan, akan melahirkan sukacita
dan kesaksian, serta kerendahan hati serta pengungkapan syukur; sebab tidak ada
yang lebih disukai Tuhan dari umat-Nya selain pujian dan pengungkapan yang
sungguh-sungguh keluar dari hati yang tulus. Ibadah yang benar akan dapat
melahirkan semangat untuk bersaksi dan berbuat baik. Perbuatan baik, kepedulian
akan sesama adalah juga merupakan respons iman kita akan kebaikan dan kemurahan hati
Tuhan, terutama jikalau itu semuanya dapat kita lakukan dengan sukacita dan
dalam pengungkapan syukur.
Memiliki
sebuah pengharapan, akan memampukan kita bersukacita walaupun kita
tengah menghadapi pergumulan, menghantar kita kepada kesungguhan beribadah
kepada Tuhan, berbuat apa yang terbaik bagi diri kita sendiri juga bagi orang
lain. Memiliki pengharapan akan memampukan seseorang melihat semuanya yang terjadi adalah
sebuah proses pembentukan karakter moral dan iman akan Tuhan, demikian juga
dengan apa yang tengah menimpa negeri kita bahkan dunia saat ini, pandemi virus
corona. Orang yang memiliki iman dan pengharapan, pasti mampu berkata: ”Badai corona pasti berlalu, tetapi kasih setia
Tuhan akan hidup kita tidak akan pernah berlalu“ dengan pemahaman dan pengakuan itu, kita akan senantiasa dikuatkan,
termotivasi dan bersukacita, termotivasi senantiasa berbuat kebaikan dan
kebenaran dalam kasih Tuhan. Bersukacita dalam Tuhan sebab kita diberi
kesempatan untuk berbuat kebaikan. Dengan demikian, bumi ini akan dipenuhi
dengan sukacita, dan damai sejahtera. Amin. Selamat hari Minggu. (HS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar