Selalu Dikenang
(Filipi 1:3-11)
Desember telah tiba. Suasana banyak tempat mulai
berubah. Dari rumah, gereja hingga pusat perbelanjaan pun ikut berbenah.
Semarak Advent dan menyambut Natal mulai terasa. Pohon Natal lengkap dengan
asesorisnya seperti kapas, lampu kelap-kelip, hiasan bintang, kartu Natal dank
ado-kado pohon Natal yang “berisi” sesuatu. Namun bukan itu saja. Penampilan
juga ikut dibenahi. Ada yang mandiri, ada pula yang dibantu pihak lain. Jika
pihak lain terlibat, maka daftar salon kecantikan langsung muncul dalam
pikiran. Tak jarang terjadi, pelanggan rela mengantri, mulai dini hari, demi
meng-up grade tampak luarnya (semoga
tampak dalamnya juga). Tak ketinggalan seksi konsumsi. Mereka mulai mendaftar
paket makanan yang menyenangkan dan mengenyangkan, tentu dengan harga
“persahabatan.”
Itulah sebagian yang
dikenang banyak orang ketika bulan Desember tiba. Namun kita semua setuju bahwa
peristiwa Advent dan menyambut Natal bukan sekedar mengenang dan mempersiapkan
asesoris serta pernak-pernik yang disebutkan di atas. Itu memang perlu namun
bukan yang terutama. Lalu apa yang
terutama? Khotbah minggu Advent II ini, sebagaimana topik minggu ini,
mengingatkan bahwa hidup suci dan tak
bercacat menjelang hari Kristus (ay.10) harus direnungkan sekaligus
dihidupi. Wah, sebuah seruan yang
menggetarkan hati.
Akan tetapi, bukankah kecenderungan yang terjadi dewasa ini
adalah sikap hidup kompromisme dan mumpungisme dengan menyalahgunakan
firman Tuhan “Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”? Bukankah marak
terlihat nilai-nilai keadilan dan kebenaran ditimbang dalam takaran pihak yang
berkepentingan? Bukankah perbuatan dan permufakatan jahat yang mirip dengan “Mama minta pulsa”, “Mama minta pelabuhan”, dan “Papa
minta saham” sering terjadi? Lantas, apa yang harus dilakukan untuk
menggapai hidup suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus?
Khotbah minggu
ini sedikitnya menekankan dua hal. Pertama, persekutuan yang intens
dalam Berita Injil. Paulus mensyukuri karya Injil dalam jemaat Filipi. Sekalipun
dia terpenjara, namun kebaikan mereka selalu diterimanya dengan perantaraan
Timotius dan Epafroditus. Sekalipun ada semacam perpecahan dalam tubuh jemaat
itu, namun mereka berjuang sehati dan sepikir dalam satu kasih, jiwa, dan
tujuan (2:2). Dunia ini menantikan Advent (orang Kristen) yang membangun
persekutuan intens dengan injil. Bukan sekali atau sekali-sekali apalagi hanya muncul
menjelang Natal, melainkan intens (dekat setiap saat) hingga dari Kristus tiba.
Kedua, kasih yang melimpah. Apakah
persekutuan orang percaya berdampak pada hidup yang saling berbagi, memahami,
mengasihi? Atau sekedar mengejar saldo
surplus tetapi kasih minus?
Kristus adalah Kasih. Hidup di luar kasih berarti hidup di luar Kristus.
Persekutuan yang belum bersaksi dan melayani adalah persekutuan yang mati.
Dunia ini tidak menantikan Advent yang diisi dengan selfie dan selebrasi
melainkan hidup berkontribusi. Itulah persekutuan yang selalu dikenang. Selamat
hari minggu dan beribadah. Selamat berkontribusi. Tetap pegang teguh janji
Tuhan sebab hanya Dia kekuatanmu.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar