Berdiam Diri Menanti Pertolongan Tuhan, Adalah
Baik!
(Ratapan 3: 22-33)
"Diam adalah emas." Begitu
populer adagium bijak ini di telinga kita, dan diterima mentah-mentah oleh
sebagian orang. Secara umum, mereka yang memilih untuk lebih baik 'diam'
berpikir, dengan diam setidaknya masalah dapat diredam dan tidak semakin
membesar. Dengan diam banyak hati yang terselamatkan dari luka, dan berbagai
alasan lainnya, yang pada intinya untuk menciptakan “zona nyaman.”
Tapi ternyata, sering dalam diam, ada bara yang disimpan, membakar hati,
menumpulkan rasa. Betapa sebuah kediaman, lebih potensial melahirkan kondisi yang
tidak nyaman dan sehat. Kediaman boleh lebih melanggengkan kesewenang-wenangan
dan kecurangan. Kebisuan lebih memungkinkan lahirnya syakwa sangka, saling
curiga dan berujung fitnah. Berbicara boleh jadi jalan keluar untuk
memulihkannya. Bagi Yeremia, “diam” adalah benar-benar emas. Karena saatnya Tuhan
menolong!
Akibat ketidaksetiaan kepada Allah. Kerajaan Yehuda telah
ditinggalkan penduduknya menderita sengsara karena perbudakan yang berat, jalan-jalan
ke kota Sion diliputi dukacita, karena pengunjung-pengunjung perayaan tiada.
Kehancuran Yerusalem menjadi kesedihan mendalam bagi bangsa Yehuda, dan juga bagi
nabi Yeremia. Bait Allah yang menjadi simbol kehadiran Allah di tengah-tengah
umat Israel juga turut hancur, dan bangsa tersebut diangkut ke pembuangan di Babel.
Nabi Yeremia sendiri turut di dalamnya. Kitab
Ratapan merupakan ungkapan kesedihan yang amat dalam atas kehancuran Bait Allah
dan Yerusalem dan atas dosa pemberontakan bangsa Isreal.
Yeremia menyadari bahwa semua yang terjadi adalah hukuman atas
dosa dan ketidaksetiaan umat. Bangsa tersebut sangat perlu menyadarinya dan
bertobat. Hingga akhirnya mereka mengakui bahwa kasih setia Tuhan tidak pernah
berakhir. Dalam penderitaan dan berada dalam pembuangan, kasih setia Tuhan
tidak pernah berhenti bahkan selalu diperbaharui setiap hari. Inilah
penghiburan yang memberikan pengharapan bahwa sekalipun Yerusalem sudah hancur,
kasih setia dan kebaikan Tuhan akan senantiasa berlangsung, dan berharap akan
masa depan yang lebih baik yang akan Tuhan berikan. Ini menegaskan sifat Allah
yang tertulis dalam Yehezkiel 33: 11 ”… Aku tidak berkenan kepada kematian orang
fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari
kelakuannya supaya ia hidup.” Pertobatan adalah jalan satu-satunya untuk bisa
menerima dan mengenal Kasih Allah.
Merenungkan kasih setia Tuhan, kita membutuhkan
suasana yang tenang,
berdiam diri untuk berdoa,
khususnya bagi kita yang
senantiasa dalam rutinitas di kebisingan kota. Tuhan Yesus sendiri ketika hendak
bersaat teduh, ia mencari tempat yang sunyi untuk berdiam diri berdoa (Mrk 1:35). Ketika kita beribadah, marilah dengan tenang berdiam diri merenungkan kasih setia Tuhan, untuk menemukan hadirat
Tuhan dalam ibadah, di sela-sela kebisingan
dan hiruk pikuk kehidupan. “Adalah baik menanti dengan diam
pertolongan TUHAN.”
(ay.26).
Oh, jangan pernah lupa bahwa Yesus juga diremukkan dan diam seperti anak domba yang dibawa
ke pembantaian. Dia harus mengalami penghancuran, bukan karena apa yang
dia lakukan, tapi karena dosa kita. Bahkan anak Allah yang kudus tidak
dikecualikan dari sakit dan penderitaan yang dialaminya karena terpisah dari
Allah dikarenakan oleh perlanggaran kita. Fakta bahwa juruselamat kita yang
kudus dan benar diremukkan adalah suatu tanda unggul bagi kita, para pendosa,
tentang betapa pentingnya bagi kita untuk meninggalkan apa saja yang menghadang
kita dari bergantung sepenuhnya pada Allah untuk menjalani hidup yang benar. Hanya Kristus Tuhan yang adalah kasih
setia Allah yang sanggup mengeluarkan kita dari dosa, dari sorga mulia Dia
turun ke dunia. Bersukacitalah dalam pengharapan,
sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa (Roma 12:12). Amin.
Selamat hari Minggu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar