MINGGU ADVENT IV, 21 DESEMBER 2014
Tak
ada yang mustahil bagi Allah (Lukas 1:26-38)
B
|
agaimana
jika peristiwa ribuan tahun yang lalu itu terjadi pada masa kini? Belum menikah,
masih bertunangan, namun calon pengantin perempuannya mendadak hamil. Bagaimana
respon keluarga, gereja dan masyarakat? Wah, wah, wah, bagaimana tuh. Padahal gedung sudah dipesan,
sinamot sudah ok, souvenir, mobil pengantin, catering, penyanyi dan pemusik,
baju dan cincin pengantin sudah di-DP,
undangan pernikahan sudah tersebar hingga ke media online. Tapi tiba-tiba terdengar
kabar “calon pengantin perempuannya telah hamil”. Bias rame tuh di sosmed dan renacana pernikahan terancam batal. Belum lagi saksi
dari gereja dan masyarakat. Berat sekali! Dapatkah anda bayangkan mungkin beban
seperti itulah yang dialami Maria +/- 2000 tahun yang lalu? Saat itu belum ada sosmed sehingga Maria tidak memiliki
teman curhat dan klarifikasi peristiwa itu selain kepada Elisabet (ay.40 dyb). Beban
psikologis dan sosiologis yang tidak mudah itu ditaklukkan Maria dalam doa : “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan,
jadilah padaku menurut perkataanmu itu (a.38).
Perasaan
Maria bercampur aduk. Ada rasa senang, ada pula yang membingungkannya ; ada
bahagia, ada pula kekagetan dan ketakutannya. Senang menjadi yang terpilih,
tetapi bigung dengan misi yang harus dijalani. Maria dipilih dari sekian banyak
perempuan di dunia pada saat itu. Padahal, Maria tidak pernah mendaftar dan
melamar dengan mengirimkan CV-nya untuk
ikut dalam misi Allah tersebut. Tetapi Allah, melalui utusannya melalui
Gabriel, langsung memilih dan menetapkan Maria tanpa proses fit and proper test terlebih dahulu. Pemilihan Maria bukan
berdasarkan studi kepatutan dan kelayakan
versi pansel (panitia seleksi) lembaga dunia. Maria dipilih Allah karena
dia beroleh kasih karunia di ahadapan Allah (ay.30). Peristiwa itu mestinya
menyegarkan ingatan orang percaya yang merasa dan mengaku dirinya sebagai orang
pilihan agar menghindari keangkuhan. Pemilihan itu bukan karena kasih
karunia-Nya yang tidak memandang rupa.
Ketidakmustahilan bagi
Allah setidaknya menyegarkan kembali ingatan angkatan kita
akan 2 hal : Pertama : Rencana Allah
pasti terjadi. Ketika Allah berencana maka tidak ada yang dapat
menggagalkannya. Firaun dan Herodes pernah berupaya menggagalkan rencana Allah,
tetapi gagal. Rencana Allah juga tidak pernah dapat dibatasi oleh keterbatasan
manusia. Ketika Allah menjanjikan bahwa Sara dan Elisabet yang mandul itu akan
hamil, sekalipun usianya telah tua, Allah pun menepatinya. Kedua : Allah selalu menyertai (ay.28) Ada kecenderungan manusia
menolak atau menghindari sesuatu yang tidak disukai apalagi yang mengancam masa
depannya. Mengandung sebelum menikah juga bisa menjadi ancaman bagi masa depan
Maria dan Yusuf. Namun Allah tidak membiarkan Maria. Itulah sebabnya Roh Kudus
menaungi dan menyertai Maria dalam mewujudkan misi Allah. Allah pun mengetahui
perasaan Yusuf. Dia juga berbicara kepada Yusuf di dalam mimpinya.
Saudara
yang terkasih dalam Kristus Yesus. Inilah kabar sukacita di Advent IV ini:
Allah memahami. Ketika belakangan ini, semakin banyak orang (suami, istrik,
anak, orangtua, pimpinan, atau bawahan) korban DTM (Dia Tidak memahamiku) tetapi Allah memahami engkau. “Allah mengerti, Allah perduli segala
persoalan yang kita hadapi…” demikian petikan sebuah lirik lagu. Pengertian
dan keperdulian Allah semestinya sudah cukup menjadi bekal dalam kehidupan
kita. Apakah kita merasakannya? Kita adalah manusia, sama seperti Maria,
ciptaan Allah yang beroleh kasih karunia-Nya. Apakah kita pernah mendengar dan
menggumuli suara dan rencana Allah dalam setiap rencana kita? Semestinya kita
berseru “kehendak-Mu jadilah” bukan “kehendakku
jadilah”. Apa yang disampaikan Maria juga disampaikan Yesus kepada Allah,
33 tahun kemudian, dalam doa-Nya di taman Getsemane “Ya Bapa…bukan kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi”. Ketaatan
yang mengagumkan dan menggetarkan. Selamat beribadah dan menaati-Nya.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar