Bernyanyi
dan
Bersaksilah
(Mazmur 118: 22-29)
Kebebasan atau kemerdekaan adalah sesuatu hal yang sangat
didambakan setiap orang (bnd. isi pembukaan UUD 45: ”bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa...” ), artinya
semua orang berhak memperoleh kebebasan. Akan tetapi boleh jadi setiap orang
berbeda caranya dalam memaknai dan memahami sebuah nilai kebebasan, ada yang
bersukacita dan bersyukur, ada yang merasa biasa-biasa, tetapi ada yang merasa sebuah kebanggaan dan yang
akhirnya jatuh pada kesombongan diri. Kebebasan adalah sebuah kesempatan untuk
kembali merenungkan diri, introspeksi apa dan mengapa sebelumnya merasa terkungkung,
tertawan dan dibatasi. Dalam memaknai kebebasan orang ada yang bertindak “liar“
dalam artian mempergunakan kebebasannya sebebas-bebasnya sesuai dengan kehendak hatinya;
tetapi ada juga yang memaknai kebebasan itu sebagai suatu kesempatan untuk
melakukan apa yang terbaik, supaya tidak jatuh dalam kegagalan yang sama.
Jikalau kita berbicara tentang kebebasan, berarti ada keterikatan, perbudakan,
pembatasan hak, keterpenjaraan, baik dalam ekonomi, kebebasan bersuara,
berbuat. Tentu juga ketika kita merasa terpenjara, dibatasi, ada kerinduan
untuk bertemu dengan orang-orang yang sependeritaan, entah dalam suatu kesempatan
atau wadah tertentu. Dan alangkah sukacitanya mereka yang bebas dapat
dipertemukan kembali.
Bangsa Israel terbuang jauh dari tanah airnya menjadi budak, tidak
ada kebebasan, tidak dapat beribadah kepada Tuhannya, rindu akan tanah airnya,
rindu akan bait Allah, sepertinya mereka putus asa. Anugerah Tuhan memberinya
kemerdekaan, mereka yang terbuang ternyata tetap dikasihi Allah, tetap bangsa
yang diberkati-Nya.
Bangsa yang terbuang diangkat kembali, dimerdekakan sehingga bangsa-bangsa sekitarnya
melihat kebesaran Allah Israel. Bait Allah dibangun kembali yang mereka lihat
sebagai wadah yang mempersatukan bangsa itu kembali dalam pimpinan Tuhan.
Mereka menemukan kehidupan baru. Kebebasan itu mereka lihat sebagai babak baru
dalam kehidupan yang baru bersama Tuhan: “Inilah hari yang dijadikan Tuhan,
marilah kita bersorak-sorak
dan bersukacita karenanya“ ay. 24. Mereka menyikapi kebebasan itu seperti sebuah
kehidupan baru, titik
awal dalam segala pembaharuan budi, dan iman; yang adalah merupakan pemberian
dan berkat Allah. Sehingga melahirkan sebuah komitmen iman, dalam kesungguhan
persekutuannya dengan Tuhan. Mereka menyambutnya dengan pujian dan nyanyian
sorak-sorai,
bersukacita naik ke “gunung Tuhan“/Bait Allah untuk mempersembahkan hidup dan
kehidupan mereka.
Batu yang dibuang, dijadikan sebagai batu penjuru, bangsa Israel yang
terbuang
diangkat menjadi bangsa yang dimerdekakan dan diberkati, menjadi saluran berkat
bagi bangsa-bangsa
(bnd. Kej. 12:2-3). Batu
itu yang oleh PB mengarah kepada Yesus yang dibuang/disalibkan para imam, ahli
taurat dan tua-tua
Israel (ahli bangunan),
menjadi batu penjuru, dasar kehidupan seluruh dunia. Yesus menjadi kehidupan
dan keselamatan dunia. Sehingga seluruh umat Tuhan berkata: ”Inilah hari
yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersukacita.” Amin. Selamat hari Minggu. (HS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar