PENELAAHAN ALKITAB (PA) REMAJA
HKBP PONDOK GEDE RESORT PONDOK GEDE
Jumat, 3 Agustus 2018 Pukul 19.00 WIB
Di Gereja
Di Gereja
1. Bernyanyi BN. HKBP No. 24:1-2 “Lawatlah Tuhan”
Lawatlah Tuhan, kami umatmu.
Kami mau memuji Tuhan, kar’na
kasih dan rahmatMu.
Lawatlah Tuhan, kami umatMu.
Kasihanilah, kami yang sesat,
Kaulah Yesus pertolongan, yang
memb’ri keselamatan
Kasihanilah, kami yang sesat.
2. Doa Pembuka
3. Pembacaan Nats: Mazmur 100: 1-5
4. Penjelasan:
Hampir semua perkantoran,
sekolah, perusahaan, memiliki persekutuan atau menjalankan ibadah. Apa yang ada
di benak kita kalau melihat hal tersebut? Bangga? Oh, kebanggaan adalah sesuatu
yang baik. Gerald Anderson, seorang misiolog yang punya perhatian terhadap
perkembangan gereja di Asia memperkirakan setelah tahun 2000 nanti, 2/3 dari
orang kristen di dunia akan ada di dunia ketiga. Itu berarti di Asia dan
Indonesia. Hebat bukan? Hati siapa yang tidak bangga jika dikatakan orang-orang
kristen di Indonesia hebat?
Tetapi jangan
terlalu cepat bangga! Apalah artinya angka yang besar-besar itu? Apa sih arti
jumlah yang besar? Bukan kuantitas yang dilihat Tuhan. Yang Tuhan lihat adalah
kualitas iman kita. Yang dilihat Tuhan adalah sejauh mana kita menghayati kasih
setia Allah di dalam Yesus Kristus di dalam hidup kita sesehari.
Salah satu cara
melihat penghayatan kita kepada Yesus adalah melalui ibadah yang dilakukan.
Apakah kita telah beribadah dengan baik? Apakah ibadah kita membawa sukacita
bagi Tuhan dan sesama?
Baiklah kita mulai
dengan pertanyaan mengapa sih kita beribadah? Ada banyak jawaban! Tetapi
jawaban yang sering kita dengar dan agak klise adalah untuk bersekutu dan mendengarkan
firman Tuhan. Benarkah begitu?
Konon, di Jakarta,
orang beribadah untuk mirip dengan orang nonton bioskop. Ada kesamaan dan
perbedaannya. Justru karena itu, perikop ini mengajak kita belajar dari
pemazmur yang mengajak kita beribadah dengan sukacita dan sorak-sorai.
Nah di sini letak
persoalan kita. Sukacita atau sorak sorak itu letaknya di dalam ibadah atau
setelah ibadah?
Jika kita
perhatikan kata sukacita dan sorak-sorai didahului dengan kata “beribadahlah
kepada Tuhan…” dan “datanglah ke hadapannya…” Dua kata itu menunjukkan
pemahaman bahwa yang datang adalah orang yang statusnya lebih rendah. Seperti
seorang yang datang menghadap raja atau seorang hamba kepada tuannya. Apakah
mungkin kita menghadap Presiden dengan gaya seorang sahabat, halo Pak Jokowi
apa kabar Anda? Pasti kita menghadapnya
dengan takjim, hormat.
Dan raja atau tuan
yang kita temui bukanlah tuan berwajah sangar menyeramkan, tapi berwajah ramah
berseri-seri. Sehingga ketika kita menghadap ada kesukacitaan ada kegembiraan.
Tapi sukacita itu, sorak-sorai itu justru dirasakan setelah kita kembali dari
perjumpaan dengan sang tuan itu. Dengan bangga kita menunjukkan foto kita
kepada kawan-kawan kita: Ini loh waktu saya datang ke Istana ketemu Pak Jokowi.
Kegembiraan itu justru di luar istana.
Begitulah hakikat
ibadah. Perjumpaan di sini menciptakan sukacita dan sorak sorai di hati kita,
dan itu diungkapkan bukan di sini, tapi di luar sana. Itulah sebab pemazmur
mengatakan: Bersorak-soraklah bagi Tuhan, hai seluruh bumi! Perhatikan ada kata
seluruh bumi di sana. Itu berarti, sorak-sorai yang kita hayati ketika berjumpa
dengan Tuhan, dilihat dan dirasakan orang-orang di sekitar kita. Sehingga semua
orang juga mau bersorak-sorai bersukacita memuji Tuhan.
Di sinilah
persoalan kita. Kalau kita mau jujur, bukankah yang terjadi dalam ibadah-ibadah
kita justru terbalik? Ibadah kita jalani dengan sorai-sorai gegap gempita, tapi
di situ kita sama saja dengan orang
lain.
Apakah ada bedanya
orang kristen yang rajin beribadah dan
bukan kristen? Cobalah iseng-iseng potong mobil dengan sticker kristennya,
apakah keluar kata syalom? Bukankah di dalam gereja tetap saja ada dendam
membara, ketidaksenangan. Bukankah kita kerap melihat wajah-wajah angker tanpa
senyum di dalam gereja?
Kita berada dalam
situasi yang teramat sangat
memprihatinkan. Bukan saja karena kita terjebak dalam rutinitas ibadah,
tapi kita terjebak dalam kemunafikan ibadah. Ya, dalam ibadah kita begitu
saleh, tapi di luar itu kita begitu sableng. Di dalam ibadah kita menyerukan
nama Tuhan dengan amat khusuk, tapi di luar itu kita bertindak seperti orang
kesetanan.
Karena itu, marilah
kita jalani ibadah dengan sukacita, bukan hanya di sini, tapi juga di luar
tempat ini. Tuhan Memberkati! Amin.
5. Diskusi
1. Setiap
hari Minggu, ada 5 kali peribadahan di HKBP Pondok Gede. Selama kamu mengikuti
ibadah di gereja ini, ibadah pukul berapa yang menyenangkan bagimu?
2. Pernahkan
Anda memakai Gatget/HP pada saat ibadah, menurutmu apa itu baik?
3. Pernahkah
Anda ketiduran ketika mengikuti ibadah?
4. Ketika
memimpin ibadah, Liturgis yang bagaimana yang kamu sukakan?
5. Dalam
ibadah Minggu, Khotbah yang bagaimana Anda suka?
6. Bernyanyi KJ. No. 25:1“FirmanMu Tuhan Allahku”
FirmanMu Tuhan Allahku, tak ternilai
bagiku.
Kujadikan peganganku, di tiap
langkah hidupku.
Kalau bukan Firman Tuhan, dasar iman
umatMu.
Apakah dasar yang kuat, selain
Firman Tuhanku.
7. Doa Syafaat
8. Bernyanyi BN. HKBP No.
15:1-2 “Andai ‘kupunya suara indah” (Persembahan)
Andai ‘kupunya suara indah,
seribukali suaraku.
Aku bermazmur sangat indah, dari
seluruh jiwaku.
Hatiku sangat bergemar, memuji karya
ciptaMu.
Andaikan suaraku menjangkau
semua alam ciptaanMu.
Akan ‘ku ajak semua makhluk nyanyikan
kidung bagiMu.
Hendaklah jiwa ragaku, memuji Tuhan
Allahku.
9.
Doa Bapa Kami-Berkat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar