Hidup untuk Melayani Tuhan
(Kisah Para
Rasul 20:21-31)
Ada sering
istilah kita dengarkan saat ada momen perpisahan: ”Bukan perpisahan yang aku tangisi, tapi pertemuanlah yang aku sesali“ ini
menggambarkan betapa menyedihkan jikalau kita berpisah dengan seorang
sahabat/guru yang kita cintai, dan yang mencintai kita. Tentu kita akan
mengenang hari-hari bahagia, atau hari-hari sulit saat dalam
kebersamaan, dan saat berpisah, semuanya tinggal kenangan. Dan biasanya saat-saat perpisahan, banyak wejangan/nasehat yang
terdengar baik dari yang akan berangkat pergi ke tempat jauh, maupun dari mereka yang tinggal. Semuanya memberi harapan, dukungan/motivasi
serta doa.
Hal ini juga
terjadi pada Paulus dengan penatua-penatua gereja
yang ada di Efesus, di mana Paulus harus
berpamitan untuk meninggalkan Efesus untuk tugas lanjutan yang dia terima dari
Tuhan. Paulus mengingatkan mereka agar kiranya mereka mengingat akan
keteladanan yang Paulus berikan/perlihatkan selama kebersamaan mereka di Efesus
dan daerah sekitarnya (Kis. 20:18: “Kamu tahu, bagaimana
aku hidup di antara kamu…”. Artinya: selama kebersamaan mereka di Efesus, Paulus telah memperlihatkan bagaimana
ia hidup, bagaimana ia telah menjalankan tugasnya sebagai Rasul di tengah-tengah mereka, penuh kesungguhan, kesederhanaan, ketabahan, iman dan
pengharapan. Paulus bertumpu pada tugasnya sebagai
rasul, sehingga dia tidak terpikir sedikitpun untuk mencari kehormatan diri
atau kekayaan. Paulus juga menceritakan bagaimana kasih karunia Allah
memberikan dia kemampuan bertahan dalam menghadapi segala kesulitan, tantangan
dan penderitaan. Hal itu diperlihatkannya dengan keteguhan hati, ketenangannya berfikir serta ketekunannya dalam menjalankan tugasnya sebagai pemberita Injil. Apa dan bagaimana Paulus dalam pelayanannya, dijadikannya sebagai
arahan bagi penatua-penatua Efesus, sebagai orang yang akan melanjutkan tugas Paulus kemudian.
Paulus dalam
pelayanannya rela mempertahankan nyawanya sekalipun, menghabiskan waktunya
untuk pelayanan yang begitu melelahkan, menguras tenaga, pikiran dan perasaan
demi tergenapinya maksud agung dari panggilannya menjadi rasul oleh Yesus.
Paulus mengerjakan semuanya itu supaya ia didapati sebagai seorang hamba yang
setia akan tugas panggilannya, supaya ia dapat: 1: menyelesaikan tugas pelayanan
yang telah dipercayakan oleh Tuhan Yesus kepadanya; 2. Supaya ia dapat
mengakhiri tugasnya dengan baik, walaupun banyak tantangan, rintangan,
kepedihan dan kesedihan dia alami, yang penting baginya: ”Dia dapat mencapai garis akhir”. Paulus mengibaratkan perjalanan kehidupan pelayanannya adalah sebagai
sebuah perlombaan yang diwajibkan kepadanya untuk ikut serta dan harus hingga
akhir, sebab di garis akhir itulah dia akan memperoleh hadiah/mahkota. Itu
sebabnya ia berusaha untuk mengakhirinya sebaik mungkin, dengan sebuah
keyakinan iman, bahwa ia pasti akan dapat melewati semuanya itu oleh karena
pertolongan Tuhan Yesus (bnd. Plp. 4:13: ”Segala perkara dapat kutanggung oleh Dia yang memberi aku kekuatan”).
Apa yang
diajarkan Paulus, yang juga adalah merupakan pengalaman kehidupannya dalam tugas pelayanannya, dia ajarkan, sampaikan sebagai motivasi kepada para penatua Efesus juga kepada seluruh
umat percaya untuk tidak pernah berlelah memberitakan kebenaran, kasih dalam
kesederhaan dan kerendahan hati, untuk senantiasa kokoh dalam kemitmen pelayanan,
hanya untuk kemuliaan dan kerajaan Tuhan, tidak untuk kehormatan diri.
Pelanyanan akan Firman memaksa kita menyangkal diri, bukan untuk mencari
kepentingan dan kekayaan duniawi, tetapi adalah sebagai respons iman kita akan anugerah Yesus yang mempercayakan segala tugas pelayanan
(sekecil apa pun yang dapat kita lakukan) kepada setiap orang percaya. Jadilah
palayan Tuhan yang berdedikasi, yang rendah hati dan takut akan Tuhan. Selamat hari
Minggu. Amin.
(HS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar