TUHAN
KEKUATAN
DI TENGAH PERGUMULAN
(Habakuk 3: 14-19)
Bagi
mereka yang menyukai sesuatu yang segera, melihat seorang penunggu seperti
melihat sesuatu yang nista, karena bagi mereka segala keinginan harus
dikejar dan harus segera. Lupa bahwasannya kita adalah ciptaan. Itu semua
mengartikan dari apa yang di dalam diri kita ada yang mengatur. Pencipta jauh
lebih tahu apa yang terbaik bagi ciptaan-Nya dan akan memberikan sesuatu yang
baik di waktu, di tempat dan kepada orang yang tepat. Bagi kita yang katanya
terlalu lambat harus berbangga ternyata jiwa kita jauh lebih tenang ketika menunggu
dan dekat dengan Tuhan. Bersabar jauh lebih dibutuhkan dari yang buru-buru, "express"
atau “instan”.
Habakuk artinya “rangkulan”,
“menempel”. Dia yang selalu merangkul dan menempel kepada Allah sambil mengamati
bahwa kehancuran dan kekerasan telah terjadi kepada Israel di Yudea, kerajaan
Selatan, sekitar masa invasi Asyur dan berpindah ke invasi Babel. Dia
menyaksikan kekuatan perang yang menghancurkan masyarakat. Hukum menjadi
kendur dan orang fasik menekan orang benar. Di tengah rasa sakit dan
penderitaan masyarakat, Habakuk berseru agar Tuhan turun tangan, tetapi tampak
kepadanya bahwa Tuhan tidak mendengarkan dan sepertinya tidak ada harapan.
Pada pasal dua, Tuhan
menjawab Habakuk. Tuhan meyakinkan Habakuk tentang visi perdamaian,
keadilan, dan kemakmuran. Kapan? Waktunya Tuhan yang menentukan. Habakuk harus menunggu dan bersabar. Menunggu adalah
bagian dari kehidupan beriman. Namun, waktu kita bukanlah waktu yang
kosong. Sebagai pengikut Yesus, kita menunggu dan juga berharap, dengan harapan
bahwa Allah akan bergerak dengan cara yang tidak bisa kita lihat atau pahami.
Dalam penantian tersebut, situasi Habakuk tidak berubah, tetapi justru Habakuk yang
berubah. Banyak tuntutan, bersungut-sungut dan hampir hilang kesabaran.
Ketika kita melihat sekitar
penuh rasa sakit dan penderitaan dan menunggu pertolongan datangnya terlalu
lama, kita dapat menjadi depresi, berkecil hati, kehilangan kekuatan dan kehilangan
motivasi. Habakuk dalam keputusasaan. Dalam situasi sulit Habakuk
memutuskan bahwa “Sekalipun pohon ara
tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan,
sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba
terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan
bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.”
(ay.17-18). Harapan tidak menunggu situasi berubah. Harapan juga tidak
perlu mengubah situasi. Namun, harapanlah yang mengubah Habakuk. Habakuk
mengungkapkan perubahan ini dengan kata-kata, “ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia
membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku.” (ay.19).
Doa:Ya Allah
Bapa kami melalui Yesus Kristus Tuhan kami! Kami berterima kasih karena Engkaulah
Tuhan yang bertindak menyelamatkan kami, dari kekuatan dunia yang mengancam meluputkan
kami dari-Mu. Selamatkan dan lindungilah kami umat-Mu. Amin. Selamat hari Minggu! (NS)