GAUL
DENGAN ULOS BATAK
A. Proses
terjadinya Ulos
Ulos berasal dari tumbuhan alam sekitar lingkungan
Tanah Batak. Ada yang berasal dari serat kayu, dari kapas, dan serat kepompong
ulat sutra. Serat kulit kayu biasanya diambil dari pohon Beringin atau Jabijabi
yang disebut Tantan. Pada pohon tersebut posisinya berada antara permukaan batang dan kulitnya. Hasilnya agak kaku. Sering digunakan
untuk Ambalang (Aliali). Kapas diperoleh dari Pohon Ponji (Kapuk) yang kemudian
dipintal jadi benang. Sedangkan serat ulat sutera diperoleh melalui pohon Murbei.
Daunnya menjadi tempat berkembang biaknya ulat sutera. Dari kepompongnya
diperoleh serat halus untuk kemudian dipintal menjadi benang. Di Tanah Batak
disebut Sutra.
B. Arti dan
Filosofi Ulos
Secara harafiah Ulos artinya salimut (selimut). Jadi apabila disebut marulos atau memakai Ulos, ada beberapa pengertian di samping untuk menghangatkan badan yaitu:
1. Agar tampil sopan
(Tidak telanjang)
2. Agar tubuh terjaga dari nyamuk, merasa aman dan
menjaga kesehatan
3. Sebagai hiasan (Jagarjagar)
4. Agar lebih indah
(Uli)
5. Sebagai simbol status
(Harajaon)
Yang disebut di atas masihlah tentang
bentuk luarnya (fisiknya). Sedangkan bagi masyarakat Batak memandang sesuatu
tidak cukup dari sisi luar. Justru yang diutamakan ialah makna yang tersirat.
Oleh Karena itu muncullah berbagai umpama dan umpasa (ilustrasi dan pepatah) untuk
memaknai kehadiran Ulos tertentu. Maka ketika ulos disematkan oleh orang tua
pada anaknya tentulah memiliki arti yang dalam. Ada doa permohonan dan kasih sayang
ikut bersamanya. Penghormatan atau sambutan kepada seseorang. Lebih jauh lagi,
ada makna religiusnya. Ulos pun disematkan sekaligus bersama doa berkat agar
rohnya diberi kehangatan oleh Tuhan, sehingga mendapatkan kekuatan menghadapi tantangan hidup. Dan tidak sedikit orang tua yang meneteskan air
mata pada saat mangulosi anaknya pada acara tertentu.
C. Penerima Ulos
1. Ulos Saat Kelahiran
2. Ulos
Saat Perkawinan. Dalam waktu upacara perkawinan, pihak hulahula harus dapat menyediakan ulos “si tot ni pansa” yaitu:
- Ulos marjabu (untuk
Pengantin)
- Ulos
Pansamot/Pargomgom untuk orang tua pengantin laki-laki
- Ulos
pamarai diberikan pada saudara yang lebih tua dari pengantin laki-laki atau
saudara kandung ayah Ulos Simolohon diberikan kepada Iboto (adik/kakak)
pengantin laki-laki. Bila belum ada yang menikah maka ulos ini dapat diberikan
kepada Iboto dari ayahnya.
3.
Ulos Saat Meninggal. Jika seseorang meninggal dunia kepadanya diberikan Ulos
Tingkat (Status menurut umur dan turunan) seseorang menentukan jenis Ulos yang
dapat menerimanya.
- Jika
sesorang mati muda (Mate Hadirianna) maka ulos yang diterimanya, disebut ulos
“parolingolang” biasanya dari jenis parompa.
-
Bila seseorang meninggal sesudah berkeluarga (Matipul Ulu, Matompas Tataring)
maka kepadanya diberi ulos “Saput” dan yang ditinggal (duda/janda) diberikan
ulos “Tujung”.
- Bila
yang meninggal adalah orang tua yang sudah lengkap ditinjau dari segi keturunan
dan keadaan (Sari/Saur matua) maka kepadanya diberikan ulos “Panggabei”.
D. Saat-saat
Penyampaian Ulos
1. Ketika seorang ibu
sedang hamil tua, terutama untuk anak pertama
2. Ketika seorang anak
lahir
3. Ketika menempati
rumah
4. Ketika adanya pesta
perkawinan
5.
Ketika peta kawin perak (25 tahun kesetiaan perkawinan) atau pesta kawin mas (50
tahun kesetiaan perkawinan)
6.
Ketika merayakan usia pensiun, usia 70 dan seterusnya)
7. Ketika
pemberian gelar terhormat kepada seseorang
8. Ketika Kemalangan
9. Ketika memindahkan
makam orang tua
10. Dan sebagainya yang akan
berkembang terus oleh kesepakatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar