Tak Menjadi Beban Masa Depan
(Amsal 23:15-26)
Ketika anak hadir dalam
keluarga, banyak doa dan harapan yang disampaikan untuk masa depannya.
Misalnya, semoga dia sehat dan semakin besar. Setelah besar, semoga dia cepat
sekolah. Setelah sekolah, semoga dia cepat dapat kerja. Setelah dapat kerja,
semoga cepat dapat jodoh. Setelah dapat jodoh, semoga cepat kawin. Setelah kawin,
semoga cepat punya momongan. Setelah punya momongan, semoga dia sehat dan
semakin besar, dst. Harapan dari semoga ke semoga itu juga merindukan anak yang
bertumbuh dan bertambah baik. Sebab, anak-anak seperti itulah yang membesarkan
hati orangtuanya. Tak jarang, orangtua pun dapat meneteskan air mata karena
menyaksikan anaknya berhasil menjadi “mata air” bagi komunitasnya.
Khotbah minggu
ini mengisahkan penulis kitab Amsal yang merindukan anaknya (Israel) menjadi
anak yang bijak, jujur, senantiasa takut akan Tuhan, tekun mempelajari firman
dan menghidupi kebenaran serta mata hati yang tertuju pada jalan kehidupan. Semuanya
itu menyukakan hati orangtua dan Tuhan. Sebaliknya, penulis kitab Amsal
mengingatkan anaknya agar tidak iri kepada orang-orang yang mencintai dosa,
tidak bersahabat dengan para pemabuk dan rakus. Semunya itu mendukakan hati
Tuhan, orangtua, sesama dan menghancurkan masa depannya.
Tentu hati kita terus
tergugah tatkala membaca doa yang sangat terkenal, yang ditulis Douglas McArthur,
pada masa perang Asia Pasifik berkecamuk. Berikut ini adalah penggalan doa
tersebut berjudul Doa Sang Prajurit bagi
Putranya. “Tuhanku bentuklah putraku
menjadi manusia yang cukup kuat untuk menyadari manakala dia lemah. Cukup berani
untuk menghadapi dirinya sendiri manakala dia takut. Manusia yang memiliki rasa
bangga dan keteguhan dalam kekalahannya. Rendah hati dan jujur dalam
kemenangan. Jangan ia Kau bimbing pada jalan yang mudah dan lunak. Biarlah Kau
bawa ia ke dalam gelombang dan desak kesulitan tantangan hidup. Bimbinglah ia
supaya ia mampu berdiri tegak di tengah badai serta berwelas asih kepada mereka
yang jatuh… Seorang manusia yang sanggup memimpin dirinya sebelum memimpin
orang lain. Seorang manusia yang mampu meraih masa depan tapi tak melupakan
masa lampau…”
Dalam doa tersebut, tak ditemukan nada dan alokasi dana untuk
bermanja-manja. Hal senada dengan ungkapan bijak yang berkata: “Orangtua yang memanjakan anak-anaknya, akan
membuat anak-anak tersebut menjadi beban di masa depan.” Dalam memperingati
Pesta Reformasi Gereja, semua orangtua merindukan buah hatinya kelak menjadi
anak yang bermakna. Bukan sekedar intelektualnya yang cerdas. Memang, Albert
Einstein pernah menyimpulkan bahwa kecerdasan itu hanya 1% ditentukan oleh faktor
gen, sedangkan 99 % ditentukan kerja keras dan lingkungan. Namun kita juga
perlu meneladankan kecerdasan
emosional dan spiritual, sedini mungkin untuk membangun generasi masa depan. Selamat
hari Minggu. Selamat beribadah. Pegang teguh janji Tuhan!
Amin.