MEMULAI DAN MENGAKHIRINYA DALAM
KESETIAAN
(Yosua
24: 1-2a; 14-18)
Memulai
sesuatu di dalam hidup adalah bagus. Tetapi, mengakhiri dengan baik apa yang
telah dimulai adalah hal yang lain. Kita bisa saja memulai dengan bagus, tapi
mengakhirinya dengan tidak bagus. Sebab, untuk menyelesaikan apa yang telah
dimulai membutuhkan sikap hati yang setia. Itulah sebabnya Salomo berkata, “Banyak orang menyebut diri baik hati,
tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?”(Amsal 22: 6).
Nama Yosua (Ibrani: יהושׁע Yehoshua)
artinya
adalah “dengan pertolongan Yahweh.” Kisah ini terjadi di saat Israel telah berhasil
menduduki dan mendiami Tanah Perjanjian beberapa waktu lamanya, saat itu pemimpin
mereka, yakni Yosua telah menjadi tua dan lanjut umurnya (Jos. 23:1). Merasa
bahwa masa tugasnya hampir berakhir, dan kematiannya sudah dekat, Yosua
mengumpulkan seluruh orang Israel termasuk para pemimpin tiap suku-sukunya
untuk menyampaikan pidato perpisahan. Dalam tradisi Israel,
bila seorang pemimpin sudah berusia lanjut, di mana masa tugasnya akan berakhir
dan kematiannya sudah sangat dekat, ia akan mengumpulkan seluruh rakyatnya. Sikhem di mana leluhur Israel yakni Abram mendirikan
mezbah pertama di negeri itu (Kej. 12: 6, 7), menjadi tempat bagi Yosua untuk
menyampaikan pidato perpisahannya. (band. Kej. 49; Ul. 32,33).
Pidato pertamanya pasal 23 dan yang kedua pasal 24.
Yosua 24:1-8 ini pidato kedua perpisahan Yosua dan pembaharuan perjanjian
Sinai, yang saat ini dibaharui di Sikhem. Mengapa perlu diperbaharui? Karena
Yosua mendapati bahwa dalam perjalanan, umat telah mengkhianati janji setia
mereka dan banyak melakukan kesalahan kepada TUHAN sehingga mereka jatuh ke
dalam dosa (band. Jos.7). Yosua mengingatkan akan
perbuatan-perbuatan Tuhan yang ajaib yang telah membawa keluar bangsa Israel
secara ajaib dari tanah perbudakan di Mesir. Yosua juga mengingatkan akan
campur tangan Tuhan yang membuat bangsa Israel mampu merebut kota-kota di
Kanaan, melawan bangsa-bangsa yang diam di sana, dan membuat bangsa Israel
mendapatkan kemenangan demi kemenangan (Yos 24: 1-13).
Dengan
semua pengalaman itu, Yosua menantang bangsa Israel memilih beribadah kepada
allah-allah orang Amori atau kepada Allah yang hidup? Yosua sendiri,
dengan tegas ia menyatakan, "...aku dan seisi rumahku, kami akan
beribadah kepada Tuhan!" (ayat 15b). Akhirnya umat Israel pun membuat
pilihan yang sama yaitu berjanji dan tetap beribadah kepada Allah yang
hidup. Ini komitmen mereka, "...Jauhlah dari pada kami
meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain!" (ayat
16). Jika mereka ingkar, lalu beribadah kepada allah asing, Tuhan tidak
segan-segan akan menghukum mereka karena Dia adalah Allah yang kudus. Agar
bangsa Israel beribadah kepada Tuhan dengan penuh kesadaran, bahwa memang hanya
Tuhanlah yang patut disembah. Yosua dan bangsanya tersebut mempercayai TUHAN
sebagai satu-satunya Allah yang benar. Yosua mengasihi Tuhan dengan segenap
hati dan jiwanya, termasuk seluruh isi keluarganya.
Bagaimana dengan kita? Rindukah kita membangun hidup kita
seperti Yosua? Adakah hari kita juga melakukan hal yang sama,
membawa seluruh isi keluarga kita untuk berkomitmen setia melayani dan
beribadah kepada Tuhan kita, Yesus Kristus, satu-satunya Allah yang hidup dan
benar? Amin.
Selamat
Hari Minggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar