Hidupmu adalah Nyanyianmu
kepada Tuhan
“Adakah nyanyian baru yang dapat
kupersembahkan bagi-Mu, Tuhan? Bukankah hidupku sering mendukakan hati-Mu?”
demikian pergumulan seorang ibu tatkala mendengar seruan minggu Kantate “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan,”
dalam sebuah ibadah di gereja. Pergumulan sang ibu adalah pergumulan banyak
orang di dunia ini. Ketika seseorang bertemu dengan Tuhan dalam menyusuri
lereng dan lembah kehidupan, ia diperhadapkan dengan keterbatasannya sekaligus ketidakterbatasan
Sang Pencipta.
N
|
yanyian baru adalah nyanyian yang dinyanyikan dengan
baru, dimaknai dengan baru. Nyanyian rohani adalah ungkapan hati yang
disampaikan kepada Tuhan yang lahir dari perenungan yang mendalam tentang
eksistensi diri yang rapuh dan Allah yang
tidak terbatas dan tangguh. Pertemuan antara Allah yang suci dan manusia
yang penuh noda, sering kali menghasilkan nyanyian yang dinyanyikan dengan
tetesan air mata. Yah, air mata
penyesalan dan pertobatan.
Pemazmur berseru “Hai
segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai!” (ay.
2). Mereka bertepuk tangan,
mengelu-elukan Allah dengan sorak-sorai karena merasakan kedahsyatan Allah (ay.
3). Bagi mereka, Allah adalah Raja seluruh bumi (ay. 8). Peristiwa keluarnya
Israel dari Mesir dan tangan Allah yang menuntun mereka tiba di Kanaan, selalu
dikenang sebagai kedahsyatan dan kemahakuasaan Allah. Sampai-sampai Yohanes
yang terbuang di pulau Patmos pun menerima wahyu bahwa para martir, di akhir
zaman, akan menyanyikan nyanyian Musa dan Anak Domba (Wahyu 15:1-4). Sebuah
lagu, yang dari sudut waktu, telah melebihi ribuan tahun lamanya. Jadi
persoalannya bukanlah usia sebuah lagu melainkan pemaknaan terhadap lagu itu
yang membuatnya baru dan berbeda. Jika
demikian, tak cukup hanya tangan yang
bertepuk, mulut yang bersorai-sorai bagi Allah, tetapi segenap hati, jiwa dan
akal budi manusialah yang memuji Allah (Mt 22:38-40). Tak jarang terjadi,
manusia hanya memuji Allah dengan syarat
dan ketentuan berlaku. Mengapa? Hari ini, jam ini, di tempat ini memuji
Allah, setelah itu? Akh, entahlah.
Tapi, bukankah Tuhan Mahatahu? Tak ada yang tersembunyi bagi-Nya.
Apakah
dalam setiap ibadah yang Saudara tekuni, Saudara masih mengingat pengalaman
pribadi di masa lalu yang kini membuat Saudara semakin takjub akan kehebatan
Allah? Atau apakah Saudara dalam setiap pujian, ibadah yang Saudara ikuti,
masih mengingat peristiwa masa lalu yang membuat Anda justru merasa takjub dan
kagum dengan kehebatan dan kemampuan Anda sendiri? Apakah kita masih merasakan
kedahsyatan Allah dan menjadikan Allah sebagai Raja dalam hidup kita
(Kol.3:15)? Atau jangan-jangan kita telah membiarkan yang lain (harta, takhta,
dst) menjadi raja baru dalam diri kita? Jika Yesus, Rajaku, maka aku harus taat
tanpa syarat kepada-Nya. Hidup yang taat adalah nyanyian baru bagi Tuhan.
Selamat hari Minggu, selamat beribadah.
Tuhan Yesus memampukanmu dalam suka dan derita.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar