RENUNGAN
MINGGU XVIII
SETELAH TRINITATIS
Yang Wajib Kita Berikan Kepada Allah Matius 22:15-22
Bertanya karena tidak mengerti atau
supaya semakin mengerti, tentulah lumrah. Pertanyaan orang-orang Farisi
bermaksud untuk menjebak Yesus. Mereka mulai menyapa Yesus dengan kata penuh
hormat dengan harapan Yesus akan berbicara secara bebas dan terbuka: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang
yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada
siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. (Mat. 22:16). Kalimat
ini langsung dilanjutkan dengan sebuah pertanyaan dilematis: Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah
diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" (Mat. 22:17). Dalam theokrasi bangsa
Yahudi, YHWH (Yahweh) adalah Raja bangsa Yahudi dan sebagai tanda akan hal
tersebut mereka harus membayar pajak untuk Bait Allah. Akan tetapi sejak
diturunkannya Arkhelaus (putera Herodes Agung) dari takhtanya pada tahun 6 M,
ada satu pajak lagi, yaitu bagi perbendaharaan kekaisaran. Pajak yang
disebutkan belakangan ini mengingatkan orang-orang Yahudi dari masa ke masa
akan ketergantungan mereka pada Roma.
Orang-orang Saduki membayar pajak Roma
ini tanpa banyak pertanyaan, orang-orang Farisi membayar pajak itu dengan setengah
hati, orang-orang Zelot (militan) samasekali tidak membayar pajak tersebut,
karena membayar pajak untuk kepentingan Roma tersebut mereka pandang sebagai
suatu penyangkalan terhadap theokrasi Allah. Walaupun pajak tersebut
relatif tidak besar, pembayaran tersebut dapat dipandang sebagai suatu pengakuan
terhadap penguasaan Roma atas umat Allah, sehingga dengan demikian menjadi
suatu pertanyaan keagamaan. Kekaisaran Roma cukup cerdik untuk memperkenankan
para penguasa bonekanya membuat mata uang logam dari tembaga/perunggu,
sedangkan Roma sendiri membuat uang logam perak (seberat 3,85 gram) yang
dinamakan dinar (Latin: denarius; Yunani: dènarion) dan di
atasnya tertera tulisan dan gambar Kaisar Tiberius.
Orang-orang Herodian bertanya apakah
(1) diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar, dan apabila
diperbolehkan, (2) apakah seseorang harus membayarnya. Mereka berpikir
pertanyaan itu akan menjadi sebuah dilema bagi Yesus: Apabila Yesus mengatakan
“tidak”, maka Dia melawan para pendukung Herodes dan terlebih lagi melawan
penguasa Roma; maka dengan senang hati orang-orang Farisi dan para pendukung
Herodes itu akan menggiring Yesus kepada penguasa Romawi. Namun apabila
Yesus mengatakan “ya”, maka Dia adalah seorang pengkhianat bangsa Yahudi.
Yesus membuat para lawannya menjawab
sendiri pertanyaan mereka. Yesus minta diperlihatkan mata uang logam yang
digunakan untuk membayar pajak. Ia sendiri tidak mempunyainya, namun para
lawannya mempunyai uang logam tersebut dengan gambar Kaisar Tiberius. Yang
mau menjebak Yesus sekarang menjadi pihak yang terjebak, karena ada sebuah
hukum tak tertulis yang mengatakan bahwa uang siapa yang kugunakan berarti
pemerintahannya kuakui dengan sukarela maupun tidak.
Bagian pertama pertanyaan para lawan
Yesus tentang kebaikan moral membayar pajak kepada Kaisar dijawab oleh Yesus
dengan mengatakan: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan
kepada Kaisar” (Mat. 22:21). Hal ini tidak bertentangan dengan
kewajiban kita terhadap Allah: “dan (berikan) kepada Allah apa yang wajib
kamu berikan kepada Allah” (Mat. 22:21). Jawaban penuh hikmat ilahi
tersebut membuat mereka heran - merasa bodoh sendiri lalu diam-diam pergi
meninggalkan Yesus (lihat Mat. 22:22). “Berikanlah kepada Kaisar apa yang
wajib kamu berikan kepada Kaisar” berarti bahwa setiap orang harus
mempunyai keprihatinan tertentu terhadap kesejahteraan sosial-politik negaranya
dan harus taat sebagai seorang warga negara. Pemerintah juga harus
melaksanakan suatu tanggung-jawab yang berasal dari Allah. Memberikan
kepada Allah apa yang menjadi hak-Nya merupakan suatu hal yang senantiasa lebih
penting daripada memberikan kepada Kaisar apa yang menjadi miliknya. Mengapa? Raja
Babel pada jaman Daniel mengaku: "Sesungguhnyalah,
Allahmu itu Allah yang mengatasi segala allah dan yang berkuasa atas segala
raja (Daniel 2:47)
Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga
manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, maupun
kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat
dan menghormati orang-orang yang berbuat baik. Sebab inilah kehendak Allah,
yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang
bodoh. Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang
menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka,
tetapi hiduplah sebagai hamba Allah. Hormatilah semua orang, kasihilah
saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja! (1Ptr. 2:13-17).
Inilah nasihat-nasihat bagi para penguasa, bagi pemerintahan dan para rakyat.
Nasihat-nasihat tersebut sangat relevan untuk situasi negara dan bangsa kita Republik
Indonesia yang sejak 20 Oktober 2014 nanti, setelah melewati suka duka politik
di tanah air ini, memiliki Presiden dan wakil Presiden ke 7. Amin. ?
Selamat Hari
Minggu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar