MINGGU XIX DUNG TRINITATIS 26 OKTOBER 2014
“Takkan Lekang oleh Waktu” (1 Tesalonika
2:1-8)
Pernahkah merasa “jauh di
mata, jauh pula di hati”? Atau “dekat di mata, justru jauh di hati”? Atau “Jauh di mata, namun dekat di hati”? Bagi
Paulus, perasaannya terhadap jemaat Tesalonika seperti “jauh di mata, dekat di
hati”. Perasaan itu dia ungkapkan dalam suratnya “Tetapi kami, saudara-saudara, yang seketika terpisah dari kamu, jauh di
mata, tetapi tidak jauh di hati,...” (2:17). Mungkin kita bertanya Apa yang membuat Paulus merasa begitu dekat
dan melekat dengan jemaat Tesalonika? Karena mereka memegang teguh iman,
pengharapan, dan kasihnya kepada Kristus (1:3). Mereka bekerja dalam iman,
setiap usaha dilakukan dalam kasih, dan setiap harapan mereka jalani dengan
tekun. Ternyata, keteguhan dan ketetapan hati jemaat Tesalonika menjadi
inspirasi bagi jemaat-jemaat lain di Makedonia dan Akhaya (1:7).
Meski pelayanan Paulus terbilang sangat singkat, menurut penafsir, kurang
lebih 3 (tiga) minggu, namun ternyata melekat di hati jemaat. Itu sebabnya dia
menuliskan, dalam bahasa Batak dikatakan, “Na
mandok mauliate do hami tongtong tu Debata… ai hutaringoti hami do hamu di
tangiangnami” (1:2). Dalam doanya pun, jemaat Tesalonika selalu disebut
Paulus. Pengalaman Paulus dan jemaat Tesalonika kembali meneguhkan apa yang
lama diakui dan diimani orang percaya sepanjang abad bahwa kebaikan itu takkan lekang oleh waktu.
Sekalipun singkat namun quality time-nya
sangat terasa dan tertanam kuat. Dalam hal ini durasi ataupun frekuensi
pertemuan seakan terkalahkan oleh kualitas pertemuan. Meski singkat tetapi
maknanya sangat kuat. Karena penginjilan Paulus digerakkan oleh ketulusan hati
(ay.8). Dia menempatkan dirinya, bagi jemaat Tesalonika, seperti seorang ibu
yang mengasuh dan merawat anak-anaknya (ay.7). Dampaknya, jemaat Tesalonika
berpaling dari berhala-berhala lalu melayani Allah (1:9). Mereka meninggalkan
apa yang selama itu dianggap sebagai penolong, lalu beralih menyembah Allah.
Begitu indahnya dan bermaknanya hubungan mereka! Paulus mempertahankan
integritasnya dalam memberitakan Injil Kristus. Sekalipun dihina dan dianiaya
(ay.2), dia tetap teguh di dalam Tuhannya. Semuanya itu dilakukan bukan untuk
menyukakan hati manusia melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati
manusia (ay.4). Minggu ini merupakan minggu terakhir dalam bulan Oktober.
Sepanjang bulan ini kita diinspirasi oleh tema “Menyenangkan Hati Allah yang
Menyelamatkan Kita”. Tesalonika dikenang karena mereka menyenangkan hati Allah
melalui keteguhan dan ketetapan hatinya kepada Tuhan. Betul apa yang
disampaikan oleh Evander Holyfield “Bukan
ukuran orangnya yang penting, tetapi ukuran hatinya”. Bagaimana dengan
hidup orang percaya? Bagaimana orang mengenang kita kelak? Adakah sesuatu yang
dapat dilakukan untuk membuat Allah senang dan senyum melihat umat-Nya? Atau
apakah Allah justru sedih dan pedih hati melihat sikap umat-Nya yang, mengutip
lirik Ebiet G Ade, “selalu salah dan
bangga dengan dosa-dosa”? Sebelum minggu dan bulan ini berlalu, tentu kita
masih punya waktu untuk memikirkan dan melakukan kebaikan-kebaikan yang takkan pudar dan lekang oleh waktu.
Memurnikan kembali hati dan kasih kita kepada Allah, orangtua, pasangan,
kekasih, saudara, sahabat, pekerjaan, dst adalah kebaikan-kebaikan yang takkan
lekang oleh waktu. Tuhan itu baik (Mzm 145:9a). Siapa yang mengasihi Tuhan
berarti mengasihi (melakukan) kebaikan. Bersegeralah! Amin.
Selamat hari minggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar