KATEGORI ARTIKEL
- Artikel
- Dukacita
- Film Rohani
- Gotilon HUT
- Guru Sekolah Minggu
- Ikat Janji Perkawinan
- Ina Hanna
- Kebaktian
- Kebersamaan
- Khotbah
- Konvent Distrik
- Kunjungan Gereja
- Kunjungan Sosial
- Lansia
- Majelis Gereja
- Passion 123
- Pelajar Sidi
- Pembangunan Gereja
- Pemberkatan Perkawinan
- Penghiburan
- Perjamuan Kudus
- Purnabakti Majelis Gereja
- Renungan Minggu
- Seksi Bapak
- Seksi Lansia
- Seksi Pemuda
- Seksi Perempuan
- Seksi Remaja
- Seksi Sekolah Minggu
- sermon Majelis
Senin, 28 Juli 2014
Jumat, 25 Juli 2014
RENUNGAN MINGGU 6 TRINITATIS 27 JULI 2014 Roma 8: 26-30
RENUNGAN
MINGGU 6 TRINITATIS 27 JULI 2014
Roma
8: 26-30
Suatu ketika kebakaran
besar melanda kota London di Inggris.
Setelah kebakaran, Raja Inggris menugaskan seorang arsitek bernama
Christofer Ramm membangun kembali gereja St. Paul yang megah, yang kemudian dipakai Pangeran
Charles melakukan pernikahan dengan Lady Diana. Ukiran-ukiran yang besar dan
bagus dipasang kira kira 260 kaki tingginya dari tanah. Ada seorang yang
mengukir salah satu hiasan disitu dan berdiri pada tempat tertinggi dari gereja
itu. Dari jarak yang agak jauh ia memandang hasil ukirannya yang baru
selesai.
Tetapi dengan tidak
sadar ia memandang ukirannya sambil berjalan mundur setapak demi setapak sampai
di ujung papan pembatas; jika ia mundur setapak lagi, ia pasti jatuh ke bawah
dan mati. Seorang rekannya yang bekerja tidak jauh dari tempatnya berdiri melihatnya, lalu amat terkejut karena posisi
berdiri rekannya pengukir itu amat berbahaya, bahkan jika ia berteriak
memeringatkannya malah kemungkinan akan membuat rekannya pengukir tersebut
terkejut lalu jatuh ke bawah. Akhirnya tidak ada cara lain, ia mengambil kuas
seorang yang sedang mengapur dinding dan merusak hasil ukiran rekannya
itu. Waktu ukiran itu dicat tidak karuan
oleh rekan yang berusaha menyelamatkan itu, si pengukir amat marah dan langsung
menghampiri dia dan mau memukulnya. Lalu temannya yang mencoret ukirannya itu
memeringatkannya dan menunjuk tempat si pengukir itu berdiri, akhirnya si
pengukir sadar bahwa rekannya itu sedang berusaha menyelamatkan nyawanya. Lalu
si pengukir itu memeluk temannya yang menyelamatkannya itu dan berkata, “Thank
you very much brother”.
Demikian Tuhan
kita, kadang-kadang Dia merusak gambaran kehidupan yang kita idam-idamkan,
membiarkan kita mengalami kegagalan dan kesedihan atau memberikan hal-hal yang
sulit dalam hidup kita. Boleh saja cara Tuhan seringkali melawan logika,
keinginan dan pikiran manusia, tetapi justru Tuhan sudah merancang cara yang
terbaik untuk kita, karena Dia hendak memberikan sukacita dalam hidup kita.
Mungkin sudah lama kita marah dan dengan tangisan kita berdebat dengan Tuhan,
karena kesulitan dan masalah yang membuat kita galau dan sedih. Tetapi biarlah
kita mendengar suara Tuhan yang penuh kasih lewat firmanNya pada hari Minggu ini; yang
mengatakan bahwa hal itu perlu dikerjakan, atau dibiarkan terjadi dalam hidup
kita untuk kebaikan kita. Kotbah Minggu ini, yang dikutip dari Roma 8: 26-30
berkata, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu
untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka
yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”, ayat 28.
Rancangan Tuhan
tentang kehidupan kita adalah rancangan yang “happy ending”. Bila kita
dibiarkan mengalami kesulitan, ketahuilah disana ada rancangan yang memberi
masa depan yang penuh harapan. Firman Tuhan,
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku
mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan
bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh
harapan”, Yeremia 29: 11.
Selamat Hari Minggu.
Rabu, 23 Juli 2014
RENUNGAN MINGGU V TRINITATIS 20 JULI 2014 Yesaya 44: 6-8
RENUNGAN MINGGU V TRINITATIS 20 JULI 2014
Yesaya 44: 6-8
Ada seorang bapak yang mempunyai seorang anak yang nakal sekali.
Berkalikali ayahnya memperingatkan supaya ia jangan nakal, tetapi anak itu
tetap melanggar lagi. Sampai suatu hari ayahnya berkata, “Anakku, aku memberimu
peringatan sampai dua kali. Kalau sampai kamu nakal lagi, kamu akan aku
masukkan ke kamar gelap di bawah tanah”. Walaupun anak itu sudah diberi
peringatan seperti itu, ia tetap berbuat nakal lagi. Akhirnya sang ayah harus
menjalankan disiplin dengan jalan menghukum anak itu dan dimasukkan ke dalam
kamar gelap di bawah tanah.
Anak itu memukulmukul pintu kamar meminta keluar karena takut. Dia
meminta ampun kepada yahnya. Ayahnya mau membuka pintunya, tetapi isterinya
berkata, “Jangan dibuka, disiplin harus ditegakkan, yang salah harus menerima
hukuman”. Lalu suami isteri ini makan, sementara anaknya ketakutan di tempat
yang gelap. Dia kedinginan dan berteriakteriak di bawah. Isterinya tetap
melarang suaminya membuka pintu. Lalu ayah itu katakan, “Baik saya tidak akan
melepaskan dia, tetapi saya mengasihi dia dan saya mau menemani dia”.
Kemudian ayah ini turun kembali dan membuka pintunya. Anak itu menangis
dan memeluk ayahnya. Ayahnya membawa sedikit roti dan air. Mereka duduk di
tempat yang gelap makan dan minum berdua. Tidak lama kemudian anak itu tertidur
di tangan ayahnya.
Anak ini bayangan dari kita. Sudah berkalikali kita melanggar perintah
Tuhan. Itulah sebabnya kita berada dalam kamar gelap, yaitu di dalam dosa kita.
Hidup di dalam kegelapan demi kegelapan. Sebenarnya hati kita menjerit kepada
Tuhan. Anak ini adalah bayangan dari kehidupan bangsa Israel. Sudah berkalikali
berontak kepada Tuhan. Itu sebabnya bangsa Israel berada di dalam ketakutan dan
kegelapan. Allah tidak tega membiarkan mereka dalam penderitaan, Tuhan
merencanakan keselamatan untuk mereka. Penderitaan bangsa Israel di Babel,
menggugah Tuhan menyatakan kasih sayangNya kepada bangsaNya. Pemberontakan
bangsa Israel kepada Tuhan, tidak mampu meredam kasih sayangNya kepada umat kesayanganNya.
Tuhan merencanakan kebebasan untuk mereka dari pembuangan di Babel, sebagaimana
disampaikan nats kotbah minggu ini, Yesaya 44: 6-8.
Allah berada di antara kasih dan
hukuman, dua hal ini digenapi, seperti sang ayah tadi turun ke ruang bawah tanah.
Demikian halnya Bapa kita di sorga. Dia turun ke dunia. Dia yang di sorga,
Allah kita yang disebut “Immanuel”, Bapa Kekal, Raja Salam itu senantiasa
menemani kita. Dia turun di tempat yang miskin, di tempat dimana ada
penderitaan. Dia mau menemani kita. Dia mau mengganti kita mati di kayu salib
untuk menebus dosa kita. Dia Tuhan Maha Baik.
Selamat Hari Minggu.
Senin, 14 Juli 2014
RENUNGAN MINGGU IV SETELAH TRINITATIS 13 JULI 2014 Matius 13:1-9+18-23
RENUNGAN MINGGU IV DUNG TRINITATIS 13 JULI
2014
Matius 13:1-9+18-23
Ketika orang banyak
menjumpai Tuhan Yesus, saat itulah, melalui satu perumpamaan Tuhan Yesus
menjelaskan tentang ragam motivasi mereka menjumpai Tuhan Yesus. Tuhan Yesus
mengetahui motivasi mereka menjumpai atau mengikuti Dia, ada yang didorong
hanya untuk melihat tanda muzijat, yang lain hanya untuk mencari keuntungan
seperti halnya 5000 orang yang diberi makan; ada yang ingin menjebak atau
mencaricari kesalahan Tuhan Yesus. Kedatangan mereka itulah waktu yang tepat
bagi Tuhan Yesus untuk menjelaskan tentang kerajaan sorga.
Melalui
perumpamaan, Matius 13: 1-9+18-23 Tuhan Yesus ingin menunjukkan siapa diantara
mereka yang berpurapura dan yang sungguh-sungguh mendengar kotbah atau
pengajaran Tuhan Yesus. Sikap hati manusia dalam penerimaan Firman Tuhan,
itulah yang digambarkan perumpamaan tentang Penabur. Perumpamaan tentang
Penabur, itulah judul perikop ini dalam Matius. Namun ada 3 judul yang lain,
yang diberikan penafsir tentang perikop ini. Dalam Bibel berbahasa Batak,
judulnya diberi Umpama taringot tu harajaon ni Debata. Judul yang lain,
Perumpamaan tentang benih yang ditabur. Yang lain memberi judulnya, Tano na
opat ragam (Empat jenis tanah).
Judul pertama
“Penabur” menekankan tentang Tuhan sebagai pemilik benih. Judul kedua,
Perumpamaan tentang Kerajaan Sorga, menekankan tentang benih atau firmanNya yang ditabur; judul ketiga, Tano na opat
ragam (Empat jenis tanah) menekankan hati manusia yang menerima Firman Tuhan.
Semua judul itu sangat berkaitan satu sama lain untuk menggambarkan penerimaan
hati manusia terhadap Firman Tuhan. Perumpamaan ini boleh jelas apabila kita
mengetahui tentang Penabur, tentang Benih yang ditabur dan tentang tanah, hati
yang menjadi tempat benih yang ditabur. Tujuan perikop ini adalah : Pengaruh
Firman Tuhan dalam hati yang mendengarNya. Dalam keberhasilan pertumbuhan benih
yang ditabur, peranan Penabur sangat penting, demikian juga peranan benih, juga
peranan tanah yang menjadi tempat benih ditabur. Penabur adalah gambaran dari
pewartaan kerajaan sorga; Benih adalah gambaran dari Firman Tuhan; dan Empat
Jenis tanah adalah gambaran hati manusia yang mendengar dan menerima Firman
Tuhan.
Untuk menggambarkan
Kerajaan Sorga, Tuhan Yesus memakai kebiasaan petani. Dengan perumpamaan
tentang Penabur, masyarakat yang mendengar pengajaranNya mudah mencerna tentang
Kerajaan Sorga. Melalui perumpamaan Penabur, Tuhan Yesus ingin menyampaikan:
Buka hati untuk menerima Firman Tuhan.
Selamat Hari
Minggu.
Minggu, 06 Juli 2014
RENUNGAN MINGGU III SETELAH TRINITATIS 06 JULI 2014 Mazmur 145:8-14
RENUNGAN
MINGGU
III SETELAH TRINITATIS 06 JULI 2014
Mazmur
145:8-14
Suatu ketika ada dua orang mengadakan perjalanan. Mereka
membawa seekor keledai untuk mengangkut barang barang mereka, sebuah obor untuk
menerangi jalan di waktu malam, dan seeokor ayam, yang merupakan teman keledai
itu. Ayam bertengger di kepala keledai sepanjang perjalanan.
Salah seorang diantaranya sangat saleh dan takut kepada
Tuhan; sedangkan temannya tidak percaya kepada Tuhan. Sepanjang jalan mereka
berbincangbincang tentang Tuhan. “Tuhan itu sangat baik”, kata orang yang
pertama. “Kita buktikan pendapatmu itu apa memang benar Tuhan itu baik”, kata
orang yang kedua. Menjelang petang, mereka tiba di sebuah desa kecil, dan
mereka mencari tempat bermalam. Namun tidak seorang pun bersedia memberi
tumpangan kepada mereka di desa itu. Sehingga mereka meneruskan perjalanan
sampai ke luar desa itu, dan mereka tidur di tengah hutan. “Mana buktinya Tuhan
itu baik”, kata temannya kepada orang saleh itu. “Tuhan telah memutuskan bahwa
di tempat inilah kita bermalam”, kata orang saleh itu. Mereka memasang tempat
tidur mereka di bawah sebuah pohon yang besar, di samping jalan menuju ke desa
tadi, lalu mengikat keledai mereka lima meter dari tempat tidur mereka. Ketika
mereka mau menyalakan obor, tiba tiba kedengaran suara gaduh. Seekor singa
menerkam keledai mereka hingga mati dan menyeretnya ke tengah hutan untuk
dimangsa. Dengan segera kedua orang itu memanjat pohon agar selamat. “Kamu
masih bilang Tuhan itu baik”, kata orang yang tidak percaya itu dengan marah.
“Jika singa itu tidak menerkam keledai kita, ia tentunya
menyerang kita. Tuhan itu memang baik”, jawab orang percaya itu. Beberapa saat
kemudian terdengar jeritan ayam mereka. Dari atas pohon mereka melihat seekor
musang menerkam ayam mereka dan menyeretnya ke atas pohon. Sebelum temannya
berkata sesuatu, orang percaya mengatakan, “Jeritan ayam itu menyelamatkan
kita. Tuhan itu baik”.
Beberapa menit kemudian, hembusan angin kencang
memadamkan obor mereka, yang menjadi satusatunya panghangat badan mereka di
malam kelam itu. Lagilagi orang tidak percaya itu mengejek temannya, ”Tampaknya
kebaikan Tuhan bekerja malam ini”, katanya. Kali ini orang yang pertama diam
saja. Pagi hari berikutnya kedua orang itu kembali menuju desa yang tidak
menginjinkan mereka menginap, untuk mencari makanan. Mereka melihat desa itu
porak poranda karena dijarah gerombolan perampok tadi malam. Melihat itu, orang
percaya itu berkata “Akhirnya terbukti bahwa Tuhan itu baik. Seandainya kita
bermalam tadi malam di desa ini, kita pasti dirampok bersama penduduk desa ini.
Seandainya angin tidak memadamkan obor kita, maka perampok itu, yang pasti
melewati jalan di dekat tempat kita tidur, akan melihat kita dan merampok
barang barang kita. Jelas, Tuhan itu baik”, kata orang percaya itu. Kesaksian
seperti itulah yang disampaikan Pemazmur dalam Mazmur 145 ini. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh
rahmat terhadap segala yang dijadikanNya, Mazmur 145:9. Sadar akan kebesaran
Tuhan yang tidak terduga dan tidak terpahami, pemazmur dengan semangat yang
meluapluap memuji Tuhan serta menyatakan harapannya agar Tuhan dipuji oleh
segenap generasi. Memuji Tuhan berarti memberitakan, membicarakan, menyanyikan,
memasyhurkan perkerjaan Tuhan atas makhluk ciptaanNya.
Pemazmur memuji
Tuhan karena Dia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih
setiaNya, dan Tuhan itu baik kepada semua orang. KebaikanNya tidak mengenal
batas agama, bangsa, warna kulit dan kedudukan sosial.
Selamat Hari Minggu.
Kamis, 03 Juli 2014
RENUNGAN II SETELAH TRINITATIS 29 JUNI 2014 Roma 6: 12-23
RENUNGAN MINGGU 2 TRINITATIS
MINGGU II DUNG TRINITATIS 29 JUNI
2014
Roma 6: 12-23
Seorang kepala suku Indian tua terus menerus berbicara tentang Yesus
Kristus dan begitu berartinya Yesus baginya. “Mengapa engkau begitu mengasihi
Yesus?” Tanya seorang temannya. Kepala suku itu tidak menjawab, tetapi secara
perlahan mengumpulkan ranting dan rumput kering. Dia membuat lingkaran dari
bahan yang mudah terbakar itu. Dia meletakkan seekor ulat ditengah-tengah
lingkaran itu. Tanpa berbicara, dia menyalakan sebatang korek api dan membakar
ranting dan rumput kering yang segera saja menyala. Mereka berdua memperhatikan
ulat yang ada ditengah lingkaran itu. Saat api membesar dan mendekat ke
arahnya, ulat yang terperangkap itu merayap dengan cepat untuk mencari jalan ke
luar.
Saat api makin mendekat ke arah dirinya, ulat yang putus asa itu
mengangkat kepalanya ke atas setinggi-tingginya. Jika saja ulat itu bisa
berbicara, dia akan berkata, “Pertolonganku hanya dapat datang dari atas”.
Kemudian kepala suku Indian tua itu membungkuk. Dia mengulurkan jarinya kearah ulat itu yang segera saja merayap naik mencari tempat yang aman.
“Seperti itulah yang dilakukan Tuhan Yesus bagiku”, ujar kepala suku itu. “Dulu
saya terperangkap api dosa. Kemudian Yesus membungkuk dan dengan kasih dan pengampunanNya dia
menarik saya dari lumpur dosa yang mengerikan. Oleh sebab itu, bagaimana saya
tidak mengasihi dan menceritakan betapa agungNya kasih dan pemeliharaanNya?”.
Pengakuan seperti itu yang disampaikan
Rasul Paulus dalam kotbah Minggu ini, Roma 6:12-23. Dalam ayat 22-23 Paulus
mengatakan, “Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah
kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan
dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal. Sebab upah dosa ialah maut;
tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”.
Menurut Paulus, keselamatan kita hanya
“anugerah, karunia” Tuhan. Dalam ayat 23, kata karunia, disalin dari kata
“charisma” dalam bahasa Yunani. Kharisma, artinya pemberian yang disampaikan
kepada seseorang, bukan karena prestasi yang menerima. Demikian halnya
pembenaran kepada orang berdosa. Kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik
kita; kita diselamatkan karena kasih Tuhan yang sangat besar kepada manusia
yang mau menyesali dosanya. Oleh anugerah Tuhan, orang percaya dikuduskan,
dosanya diampuni, dan memperoleh kehidupan yang kekal. Sebenarnya karena dosa,
manusia harus mati, karena upah dosa adalah maut. Namun karena anugerah Tuhan
orang percaya diberi kehidupan yang kekal. Hal itu menunjukkan bahwa
keselamatan kita adalah anugerah semata, sola gratia, bukan karena perbuatan
baik kita diselamatkan. Anugerah Tuhan yang begitu besar harus disambut dengan
sikap yang menutup pintu hati terhadap dosa. Anugerah Tuhan harus disambut
dengan ketaatan kepada-Nya melalui perilaku yang baik. Sebagai manusia yang
diperbaharui, orang percaya harus setia dan mematuhi kehendak Tuhan. Kesetiaan
dan kepatuhan itu diperlihatkan dalam perilaku kehidupan seharihari. Sebagai
manusia baru, orang percaya harus menampilkan diri dalam kehidupan yang baru,
yaitu menjauhkan diri dari dosa.
Selamat Hari Minggu.
Langganan:
Postingan (Atom)
RENUNGAN MINGGU ADVENT I 28 NOVEMBER 2021
MENYAMBUT KEDATANGAN TUHAN DALAM KEKUDUSAN (1 Tesalonika 3: 9-13) Surat ini ditujukan kepada komunitas pengikut Kristus di Tesalonika. L...