RENUNGAN MINGGU IX TRINITATIS
Mazmur 67: 2-8
Pada tahun enampuluhan, ketika pemberontakan PRRI terjadi di negara kita, seorang Asisten Wedana Kecamatan di Tapanuli berkunjung ke wilayah kecamatan yang dipimpinnya. Di sebuah lapangan bola, masyarakat berkumpul menyambut Kepala Kecamatan mereka. Setelah Asisten Wedana menyampaikan wejangannya, supaya rakyat jangan mau dihasut memberontak kepada Pemerintah Pusat”. Kemudian dalam acara tanya jawab, seorang orang tua bertanya, “Amang Asisten Wedana. Sadia leleng nai hita na mardeka on?” (Berapa lama lagi kita yang merdeka ini). “Kita sudah merdeka amang”, jawab Asisten Wedana. Setelah melalui perdebatan yang panjang antara Asisten Wedana dengan orangtua yang berusia 65 tahun itu, ternyata pengertian orangtua tersebut dengan merdeka adalah perang. Dia memahami merdeka adalah perang, karena sejak dia mendengar kata merdeka Agustus 1945, suara bedil tidak pernah berhenti sampai waktu kedatangan Asisten Wedana ke daerahnya. Sehingga menurut dia, merdeka adalah perang, merdeka adalah ketakutan. Jam malam diberlakukan. Pemberontak merampas harta penduduk, beras dan sandang susah didapat, makan jagung, situasi mencekam dan menakutkan. Kemiskinan terasa dimana-mana. Artinya orangtua itu belum mengalami kebebasan. Itu sebabnya dia bertanya, “Sadia leleng nai hita na mardeka on?” (Berapa lama lagi kita yang merdeka ini). Dia belum merasakan kebebasan.
Boleh saja perasaan seperti itu, ada ketika bangsa kita sudah 69 tahun merdeka. Kemerdekaan itu belum dirasakan semua bangsa Indonesia. Di daerah tertentu, hak beribadah dan mendirikan gereja dilarang. Pendidikan dan penanganan kesehatan hanya dinikmati di kota. Masih banyak daerah yang belum menikmati cahaya listrik dan air minum. Papua masih belum merasakan kemerdekaan itu; harga premium di Jakarta Rp.6.500, namun di Papua harga 1 liter premium Rp.30.000, bahkan lebih.
Hari ini kita bersyukur karena bangsa kita dibebaskan Tuhan dari penjajah. Dari kacamata iman Kristen, kemedekaan itu adalah anugerah Tuhan, bukan karena perjuangan bangsa kita. Itu sebabnya, kotbah hari Minggu ini, Mazmur 67: 2-8 mengajak bangsa kita untuk bersyukur kepadaNya, karena Dia yang membebaskan bangsa kita, 69 tahun lalu. Rasa syukur kita kepadaNya, karena kemerdekaan itu, kita perlihatkan dalam persatuan. Bersatu dalam keberagaman; bersatu dalam kepelbagaian (pluralisme). Tuhan menciptakan kita dalam keberagaman dan perbedaan, supaya dengan perbedaan itu kita boleh saling melengkapi. Perbedaan itu bukan untuk pertentangan, tetapi untuk saling melengkapi.
Hari ini kita merayakan hari kebebebasan bangsa kita dari kuasa penjajah. Rasa syukur kita atas kebebasan itu harus kita perlihatkan dengan kehidupan yang rukuan dan damai. Mengingat 350 tahun bangsa kita dijajah, 346,5 oleh Belanda dan 3,5 dijajah Jepang, boleh saja kita dipancing untuk tidak senang kepada Belanda dan Jepang karena mereka menindas bangsa kita. Apabila kita tidak senang kepada mereka karena penindasan, kita pun harus menjauhkan diri dari penindasan terhadap sesama kita. Adalah penjajahan dan penindasan apabila kita membatasi kebebasan kelompok lemah dan minoritas. Adalah penindasan apabila aspirasi golongan lemah tidak dihiraukan pemerintah dan penguasa. Pada masa Orde Baru, tidak dimasalahkan apabila orang Batak menjadi Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) di Jawa Barat, atau Sulawesi Selatan. Dengan adanya UU Otonomi Daerah, menjadi masalah apabila orang Batak menjadi Kepala Dinas di Kalimantan atau Sulawesi. Ternyata kemerdekaan itu belum hak segala bangsa.
Setiap bangsa kita berkumpul di tanah lapang untuk merayakan hari kemerdekaan Negara Republik Indonesia, selalu berkumandang kata-kata “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh” dan “Bhinneka Tunggal Ika". Kata-kata itu sengaja diungkapkan dalam perayaan hari kemerdekaan negara kita, untuk mengingatkan bangsa Indonesia bahwa persatuan adalah modal membangun negara untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa kita. Persatuan itu terwujud, apabila kita rendah hati bersyukur kepada Tuhan, apabila kita melakukan revolusi mental.
Selamat Hari Minggu.
Selamat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar